VONIS.ID - Mahkamah Agung membebaskan Muhammad Taufik, seorang bandar narkoba yang dihukum 8 tahun penjara.
Majelis hakim yang mengadili sidang peninjauan kembali perkara tersebut menilai, ada kekhilafan majelis hakim pengadilan negeri, majelis hakim tinggi di pengadilan tinggi, hingga majelis di tingkat kasasi ketika memeriksa dan mengadili terdakwa.
Perkara PK yang diputus pada Rabu 14 Juni 2023 ini dipimpin oleh Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis bersama Hakim Agung Suharto dan Hakim Agung Jupriyadi sebagai anggota.
Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, majelis hakim tingkat PK membatalkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3721 K/Pid.Sus/2022 tanggal 25 Agustus 2022.
Menurut mereka, Taufik tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum.
Tiga hakim agung tingkat PK pun membebaskan Taufik dari seluruh dakwaan.
Mahkamah Agung juga memulihkan hak terpidana dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya.
"Memerintahkan terpidana dibebaskan seketika," Putusan PK Mahkaman Agung, dikutip dari Kompas.com.
Sebelum membebaskan terpidana, Majelis Hakim PK mempelajari putusan PN Tangerang pada 26 Oktober 2021 yang menghukum Taufik selama 8 tahun penjara.
Taufik dinilai terbukti melakukan percobaan atau permufakatan jahat dengan melakukan perdagangan narkotika golongan I bukan tanaman.
Putusan PN Tangerang ini kemudian dikuatkan PT Banten pada 21 Desember 2021 dan di tingkat kasasi pada 25 Agustus 2021.
Tidak terima putusan ini, Taufik mengajukan upaya hukum luar biasa yang kemudian dikabulkan oleh tiga hakim agung di tingkat PK.
Majelis hakim tingkat PK menilai, ada kekhilafan hakim pengadilan tingkat I, II, hingga hakim agung di MA.
Untuk membuktikan dakwaan, Penuntut Umum telah mengajukan delapan orang saksi.
Tiga di antaranya yang menerangkan bahwa mereka telah menangkap Taufik terkait peredaran narkotika jaringan Aceh.
Saksi 1, Muhammad Jerry Nugraha; Saksi 2, Wahyu Utomo; dan Saksi 3, Ferdiwan menyampaikan bahwa Taufik ditangkap dan dibawa ke Kantor Polres Sumbawa Nusa Tenggara Barat pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2021 sekitar jam 13.00 WIB.
Di sisi lain, berdasarkan keterangan saksi Syarifudin alias Cai, dia diajak untuk mengambil barang yang diduga narkotika jenis sabu di Aceh untuk dibawa ke Lombok, Nusa Tenggara Barat oleh saksi Mika Anarti Septiawan alias Mikok (Perekrut) dan saksi Widarto alias Toh (pengendali kurir) dengan imbalan keuntungan berupa uang.
Keduanya ditangkap di rumahnya masing-masing di Lombok pada 8 Januari 2022.
Kemudian, saksi 1,2 dan 3 menduga, sabu dari Aceh yang dibawa oleh saksi 4 yakni Lukmanul dan kawan-kawannya menuju Lombok diperuntukkan kepada Taufik.
Padahal, saksi 4 dan kawan-kawannya hanya mengatakan bahwa keberangkatannya ke Aceh dilakukan mengambil sabu dilakukan pada 3 Januari 2021.
Setelah sampai di Aceh, di kamar hotel sudah tersedia sabu dalam bentuk kapsul kemudian dimasukkan dalam tasnya masing-masing untuk besoknya kembali ke Lombok.
Namun, ketika transit di Jakarta saat melewati x-ray, barang haram itu ketahuan oleh petugas dan dilakukan penangkapan, tidak ada menyebutan nama Taufik yang saat itu berada di Sumbawa.
Para saksi yang berangkat ke Aceh untuk mengambil sabu dan tertangkap di Bandara Soekarno Hatta Jakarta lantaran membawa sabu menyatakan tidak kenal dengan Taufik.
Sementara itu, saksi bernama Muhamad Dulkifli menerangkan pada Desember tahun 2020 pernah ditanya oleh Taufik melalui pesan singkat
"Apakah saksi memiliki stok persediaan narkotika karena narkotika yang ada pada terpidana sudah habis," isi pesan singkat tersebut.
Akan tetapi, narkotika yang dibawa saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukanlah pesanan Taufik.
Narkotika tersebut tidak ada hubungannya dengan Taufik.
Meskipun demikian, Taufik mengakui pernah mengedarkan narkotika jenis sabu di wilayah Lombok dan mendapatkan keuntungan tiap gram sebesar Rp 400.000.
Akan tetapi, sabu yang dibawa oleh saksi Lukmanul dan kawan-kawan bukan pesanannya.
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, meski Taufik mengakui pernah mengedarkan sabu di Pulau Lombok tetapi dirinya tidak ada hubungannya dengan sabu yang dibawa para saksi yang tertangkap di Bandara Soekarno Hatta.
Majelis PK menilai, tidak adil jika Taufik dipidana selama delapan tahun penjara, sedangkan tidak diketahui berapa berat pesanan, berapa besar dana yang dikeluarkan untuk mengambil sabu dari Aceh.
Selain itu, tidak terbukti besarnya jumlah sabu yang dibeli atau dikuasai Taufik dan kejadian di Jakarta, padahal pada waktu yang sama Taufik ditangkap di Sumbawa.
"Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas dapat disimpulkan telah terjadi kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata judex facti dan judex juris telah memidana terpidana tanpa bukti yang signifikan secara yuridis dalam perbuatan terpidana," ucap Hakim Mahkamah Agung.
(redaksi)