VONIS.ID - Warung Iga Bakar Sunaryo di simpang empat Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) sempat menarik perhatian di media sosial.
Hal ini juga direspon oleh akademisi, pengamat tata ruang kota dari Universitas Mulawarman (Unmul).
Dia adalah Warsilan akademisi, dan juga salah satu tenaga pengajar di kampus tertua di Kaltim.
Diwawancara awak media, Warsilan menjelaskan dari kaca mata tata ruang kota pendirian tenda di sempadan jalan, utamanya di persimpangan lampu merah jelas tidak dibenarkan.
“Jalan protokol itu jelas tidak boleh ketika dijadikan tempat berjualan. Dan kalau di lampu merah persis, jelas tidak boleh ada pedagang. Meskipun itu memiliki potensi ekonomi tapi dasarnya itu kita harus tetap kembali pada aturan produk hukumnya. Seperti apa perda tata ruangnya, kemudian kawasan itu dilihat dulu sebagai kawasan apa,” ucap Wasilan saat dihubungi Sabtu (27/8/2022).
Lebih jauh dijelaskannya, dalam aturan tata ruang kota sejatinya juga memuat tentang pengaturan estetika pembangunan yang terus berkembang. Semisal aturan tata kota yang memuat pada fungsional, pemanfaatan kawasan dan nilai estetika atau keindahannya.
“Potensi-potensi (Keindahan, fungsional dan pemanfaatan) itu nantinya bisa terganggu (pedagang di sempadan jalan) dalam urban desain terkait nilai estetikanya,” paparnya.
Selain menegaskan adanya pelanggaran disisi estetika, fungsional dan pemanfaatannya, Warsilan juga menyebut bahwa pedagang dengan tenda besar yang berda di persimpangan juga turut menggangu hak para pengguna jalan.
“Karena dalam aturannya simpangan itu harus terbuka, karena ada hak pengguna jalan. Semisal ada pengendara yang hendak berbelok ke kiri, pandangan itu harus terbuka, harus aman. Tidak boleh dihalangi bangunan atau pagar yang tinggi. Itu sudah ada ketentuannya. Sama halnya orang berjualan di trotoar itu tidak boleh,” bebernya.
Kendati demikian, pasalnya Warsilan juga tak menampik bahwa aturan tata ruang kerap diabaikan karena adanya faktor pemberian izin dari perorangan yang memiliki bangunan dikawasan tersebut kepada para pedagang.
“Ketika ada ruko yang dimanfaatkan berjualan yang notabenenya di atas trotoar jalan dan mengabaikan hak pejalan kaki, tentu ini adalah hal yang tidak boleh dilakukan,” tegasnya.
Sementara di sisi lainnya, Warsilan juga menekankan agar pemanfaatan ruang tata kota tidak bergeser maka pemerintah wajib mengamankan aturan dasar hukumnya.
Selain mengedepankan aturan hukum tata ruang, pemerintah sejatinya juga harus menjalankan fungsi pengawasan, pemantauan dan pengendalian.
“Dalam upaya pengendaliannya, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi bertahap dengan menjelaskan produk-produk hukumnya yang telah dilanggar dan tidak jauh dari pengendalian tata ruang itu sendiri,” katanya.
(redaksi)