VONIS.ID - Perempuan bernama Nurhayati, pelapor korupsi dana desa di Desa Citemu, Cirebon, justru ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus ini memancing reaksi dari berbagai pihak, hingga polisi dituding tidak menegakkan pemberantasan korupsi setelah menjadikan pelapor sebagai tersangka.
Kasus dugaan korupsi ini terjadi di Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat yang meliatkan Kepala Desa.
Pada 2019 lalu, Nurhayati melaporkan dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Supriadi.
Dua tahun setelah laporan tersebut, polisi menetapkan Kepala Desa tersebut sebagai tersangka.
Tak cuma itu, polisi juga menyeret Nurhayati yang merupakan pelapor korupsi dana desa tersebut seBagai tersangka.
Polisi menyebut Nurhayati diduga turut terlibat dalam kasus dugaan korupsi, meski hingga kini polisi mengakui belum menemukan bukti tersangka ikut menikmati dana yang diduga dikorupsi.
Polisi menyatakan berkas perkara 2 tersangka yaitu Supriyadi sebagai Kepala Desa Citemu, maupun Nurhayati sebagai Bendahara telah dinyatakan lengkap atau P21.
Tak tinggal diam, Nurhayati melakukan perlawanan melalui video yang beredar di media sosial.
Nurhayati yang merupakan Bendahara Desa Citemu itu mengungkapkan kekecewaannya.
Dalam video tersebut, Nurhayati mengaku tidak pernah menikmati dana yang diduga dikorupsi.
Iapun mempertanyakan statusnya yang menjadi tersangka usai melaporkan kasus dugaan korupsi dana desa yang melibatkan Kepala Desa
"Saya ingin mengungkapkan kekecewaan saya terhadap aparat penegak hukum, di mana dalam mempertersangkakan (menjadikan tersangka) saya," ujar Nurhayati dalam video tersebut.
Ia merasa ada yang janggal atas proses hukum terkait laporannya.
Nurhayati mengaku sudah meluangkan waktu selama dua tahun untuk membantu proses penyidikan atas dugaan korupsi yang dilakukan Kepala Desa Citemu, berinisial S.
Namun pada akhir Desember 2021 ia ditetapkan menjadi tersangka.
"Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka atas dasar karena petunjuk dari kejari," kata Nurhayati.
Alasan pelapor korupsi dana desa jadi tersangka
Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar menuturkan alasan Nurhayati ditetapkan menjadi tersangka.
Polisi menilai Nurhayati turut terlibat dalam kasus korupsi yang dilakukan S.
Dasar tuduhan itu, Nurhayati dianggap melanggar pasal 66 Permendagri Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur terkait masalah tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
"Seharusnya saudari Nurhayati sebagai bendahara keuangan ini seharusnya memberikan uang kepada kaur atau kasi pelaksana anggaran," kata AKBP M Fahri Siregar.
"Tapi uang itu tidak diserahkan kepada kaur atau kasi pelaksana kegiatan, namun diserahkan kepada kepala desa atau kuwu," tambahnya.
Dikritik MAKI
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritik polisi yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka dalam kasus dugaan kasus korupsi dana desa.
Menurutnya, hal itu menjadi kemunduran dalam hal pemberantasan korupsi, lantaran Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi dana desa tersebut.
Diketahui Nurhayati, telah mengungkap kasus dana desa dengan kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018-2020.
"Kalau misalkan kejadiannya seperti di Kabupaten Cirebon ini, ini kita kembali ke zaman dulu.
Berarti cara pengungkapan kasus korupsinya bagi saya ini kembali ke masa purbakala," Boyamin, melansir Tempo.co Minggu, (20/2/2022).
Saat ini sudah modern dalam melakukan pemberantasan korupsi, yaitu dengan cara kerja sama.
Bisa mengajak para justice collaborator atau whisleblower untuk mengungkap sebuah kasus, dan tentu dengan melindunginya, bila perlu dirahasiakan identitasnya.
"Negara maju seperti itu. Untuk menangkap kepala mafia, maka yang diajak kerja sama wakilnya dengan syarat tidak dijadikan tersangka," ucap Boyamin.
Tanpa peran Nurhayati, kata Boyamin, kasus korupsi di Desa Citemu, Cirebon tidak akan terbuka.
Selain itu, jika bicara Pasal 51 dalam KUHP, orang yang menjalankan perintah jabatan tidak bisa dipidana, dan menurut informasi Nurhayati adalah orang yang menjalankan perintah jabatan dengan cara dipaksa.
Nurhayati sebagai bendahara desa sesuai tupoksi, di mana dalam mencairkan uang (dana desa) di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), seharusnya yang bersangkutan tidak boleh dipidana.
Menurut Boyamin, seharusnya hukum di Indonesia melindungi Nurhayati.
"Tapi terus terang saya kaget, karena saya sebenarnya biasa kok dalam konteks ini melaporkan kasus-kasus korupsi, tapi tetap melindungi whisleblower untuk tidak dijadikan tersangka," unkap Boyamin.
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan UU Perlindungan Saksi dan Korban, orang yang melaporkan sebuah kasus itu harus dilindungi.
Apa lagi, kata dia, Nurhayati adalah orang yang benar-benar berada di posisi sebagai saksi yang bersedia melaporkan dan membongkar kasus korupsi itu.
"Soal kemudian duitnya diduga ditilep kepala desanya ya itu tanggung jawab kepala desanya," ujarnya.
Selain itu, menurut Boyamin, seharusnya Nurhayati mendapatkan apresiasi, jika perlu penghargaan karena sudah menyelamatkan uang negara.
"Dia juga berhak mendapatkan premi maksimal Rp 200 juta," tuturnya.
(*)