VONIS.ID - Tiga dari sebelas pelaku penambang batu bara ilegal di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur telah ditetapkan sebagai tersangka dan dipastikan akan mendekam dalam waktu yang lama, sebab para pelaku disanksi pasal berlapis.
Dijelaskan Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani kalau 11 pelaku ilegal mining yang diamankan Gakkum KLHK itu berinisial M (60), E (38), ES (34), AS (27), H (42), J (52), MS (42), Y (50), R (56), Ad (44) dan IS (35).
Dari 11 penambang ilegal yang ditangkap, penyidik menetapkan 3 di antaranya sebagai tersangka yakni M (60), warga Balikpapan yang berperan sebagai koordinator atau penanggung jawab di lapangan. Lalu E (38) dan ES (34), warga Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yang bertugas selaku operator alat berat ekskavator.
"Ketiga tersangka ini dijerat dengan Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar," beber Rasio Ridho Sani, Sabtu (26/3/2022).
Ketiga tersangka itu kini sudah dijebloskan ke dalam sel tahanan Polres Kutai Kartanegara. Sementara barang bukti berupa 2 unit excavator, 1 unit dumptruck dam 1 kantong sampel batubara beserta barang bukti lainnya, kini diamankan di Kantor Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan Samarinda.
"Saya juga sudah memerintahkan penyidik untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Baik itu pemodal, penadah hasil tambang illegal serta pihak lain yang terlibat dalam aktivitas penambangan batu bara ilegal di kawasan Tahura Bukit Suharto," tegasnya.
Kata Rasio, pertambangan ilegal adalah kejahatan yang harus diusut tuntas. Pasalnya para pelaku sudah merugikan negara dan merusak lingkungan hidup dan hutan lindung. Terlebih lagi lokasi tambang emas hitam itu berada di kawasan IKN Nusantara, tepatnya di KM 43 Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
"Mereka sudah mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara. Pelaku kejahatan ini, apalagi pemodal harus dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera," kata Rasio.
"Saya juga sudah memerintakan penyidik untuk berkoordinasi dengan PPATK untuk mendalami aliran keuangan dari kejahatan ini guna penegakan hukum tindak pidana pencucian uang," tambahnya.
Rasio Sani menambahkan, penindakan tersebut sekaligus menjadi peringatan bagi para pelaku penambang batu bara ilegal lainnya.
Dijelaskannya, bahwa pemodal kejahatan pertambangan illegal berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 20 miliar.
Pemodal dan kegiatan tambang illegal sebagaimana Pasal 94 ayat (1) huruf a huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di pidana maksimum 15 tahun serta pidana denda maksimum Rp 100 millar.
"Sementara pembeli atau penerima sebagaimana Pasal 98 ayat (1) diancam hukuman maksimum 3 tahun penjara serta pidana denda maksimum Rp 1,5 miliar" tandasnya.
(redaksi)