VONIS.ID, SAMARINDA - Meski telah disahkan, namun demikian produk hukum seperti peraturan daerah (Perda) di Kota Tepian pasalnya tetap harus dipastikan keefektifannya.
Seperti Perda nomor 2 tahun 2019 tentang Izin membuka tanah negara (IMTN).
Dalam kajian perda tersebut, dijelaskan Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Joni Sinatra Ginting meminta agar diadaknnya revisi akan produk hukum tersebut.
Alasannya, kata Joni, regulasi IMTN tersebut dinilai belum mampu mengakomodir keinginan masyarakat secara cepat dan praktis.
"Padahal selama ini kita bicara masalah regulasi dan pemangkasan birokrasi supaya tidak terlalu panjang. Tetapi kenyataannya setelah ada IMTN tidak ditemukan hal seperti itu. Malah biayanya lebih mahal," ucap Joni belum lama ini.
Lanjut diungkapkan Joni, regulasi pembukaan tanah negara diatur melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sebagai landasan.
Dalam pelaksanaannya SPPT yang mudah dan cepat kerap memunculkan persoalan, seperti tumpang-tindih lahan.
Hal tersebut yang kemudian melandasi DPRD dan Pemkot Samarinda mengeluarkan IMTN mengikuti Kota Balikpapan.
Akan tetapi upaya eksekutif dan legislatif yang diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan justru banyak dikeluhkan masyarakat. lantaran prosesnya yang lama dan memakan waktu.
Meski mengakui ada beberapa kelemahan, namun kata Joni IMTN sejatinya memiliki keunggulan dibandingkan SPPT. Semisal meminimalisir polemik tumpang-tindih menggunakan titik koordinat.
Selain itu, dalam penerbitan IMTN pula turut melibatkan ketua RT, lurah, camat, hingga Dinas Pertanahan.
"Kalau pengukuran seperti itu lebih baik dan tidak meleset 1 centimeter. Itu kelebihannya IMTN," tegasnya.
Kendati dalam proses penerbitan IMTN memerlukan beberapa proses yang harus dilalui seperti perhitungan koordinat dan pengumuman IMTN selama rentan waktu satu bulan dari pihak pengaju.
"Tujuannya, diumumkan untuk melihat ada yang keberatan atau tidak? Kan, begitu. Memang by proses dan tidak boleh kita pungkiri. Hanya saja, kondisinya bukan semakin cepat. Padahal yang kita inginnya IMTN dulu supaya lebih praktis dan tidak bermasalah. Jadi formula itu yang belum didapatkan," terang Joni.
Dengan adanya revisi Perda nomor 2/2019 ini, Joni mengharapkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan IMTN bisa teratasi.
"Karena kemungkinan Dinas Pertanahan yang akan dilebur dengan PUPR. Tentunya kami akan lihat, mana saja pasal-pasal yang membelakangi masyarakat akan kami revisi. Sedangkan pasal yang memudahkan akan kami pertahankan. Tapi revisi tidak dibarengi dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Tujuannya murni untuk kepentingan umum, khsusunya masyarakat kecil," pungkasnya. (advertorial)