VONIS.ID - Tarif kendaraan listrik (EV) jadi atensi khusus untuk negara Uni Eropa (UE) dan China.
Diketahui, Uni Eropa telah menaikan mengenakan tarif tambahan impor kendaraan listrik China.
UE mengenakan bea masuk sementara tambahan hingga 38% pada impor kendaraan listrik China.
Langkah tersebut dilakukan setelah badan eksekutifnya, Komisi Eropa, menyimpulkan dalam sebuah penyelidikan tahun lalu bahwa mereka secara tidak adil merugikan pesaing Eropa.
Merespon hal itu, China mengajukan banding ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas pengenaan tarif tambahan tersebut.
China mengajukan banding ke mekanisme penyelesaian sengketa WTO atas tindakan anti subsidi sementara Uni Eropa terhadap EV.
Disampaikan juru bicara kementerian perdagangan negara dalam sebuah pernyataan, bahwa banding tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan pengembangan industri kendaraan listrik serta kerja sama atas transformasi hijau global.
"Pada tanggal 9 Agustus, China mengajukan banding ke mekanisme penyelesaian sengketa Organisasi Perdagangan Dunia atas tindakan anti-subsidi sementara Uni Eropa terhadap EV," ujarnya.
Ditegaskan kementerian bahwa putusan awal Uni Eropa tidak memiliki dasar fakta dan hukum.
Bahkan, secara serius melanggar aturan WTO dan merusak situasi kerja sama global secara keseluruhan dalam mengatasi perubahan iklim.
"Kami mendesak UE untuk segera memperbaiki praktik yang salah dan bersama-sama menjaga stabilitas kerja sama ekonomi dan perdagangan Tiongkok-UE serta rantai pasokan dan industri kendaraan listrik," pintanya.
Sementara itu, UE disebut akan membuat keputusan akhir tentang penetapan tarif terhadap kendaraan listrik (EV) asal China pada Oktober mendatang.
Namun rencana ini masih memicu perdebatan di Benua Biru terkait apakah langkah ini memang bisa melindungi industri di wilayah itu.
Sejauh ini, Eropa masih mempertimbangkan untuk mengenakan tarif hingga 36,3% terhadap kendaraan EV buatan China yang akan diekspor ke wilayah itu.
Ini disebabkan dugaan bahwa kendaraan listrik China diproduksi dengan biaya yang disubsidi pemerintah sehingga melemahkan industri mobil di Eropa.
Sejumlah analis menilai bahwa China memang sedang mempromosikan EV di kancah global.
Dukungan berupa subsidi pemerintah telah membuat jumlah EV di Negeri Panda tersebut melebihi permintaan, dan akhirnya di ekspor ke beberapa negara di dunia.
"Kita berhadapan dengan ekonomi di China di mana uang kredit dialokasikan oleh negara dan bukan oleh pasar, dan negara memilih sektor yang ingin mereka promosikan. Dalam ekonomi seperti itu, jika Anda melakukan itu, Anda selalu mendapatkan investasi berlebih, Anda selalu mendapatkan kapasitas berlebih, Anda selalu mendapatkan produksi berlebih, dan kemudian produksi berlebih itu dibuang ke seluruh dunia," ucap William Reinsch, penasihat senior dan Scholl Chair dalam Bisnis Internasional di Center for Strategic and International Studies, dikutip dari CNBC International. (*)