VONIS.ID - Kabar terbaru dari jatuhnya maskapai pesawat Yeti Airlines.
Pilot sempat meminta perubahan landasan pacu, sebelum akhirnya pesawat terjatuh di jurang Pokhara, Nepal, Minggu (15/1/2023).
Alasan perubahan landasan pacu itu tidak diketahui secara jelas, namun dikabulkan oleh pihak Air Traffic Control (ATC) setempat.
Seperti dilansir Reuters melalui Detik.com, Selasa (17/1/2023), pesawat jenis ATR-72 yang mengudara dari Kathmandu itu terjatuh ke sebuah jurang di Pokhara sebelum mendarat di tengah cuaca cerah pada Minggu (15/1).
Penyebab jatuhnya pesawat yang membawa 72 orang itu masih dalam penyelidikan otoritas Nepal.
Informasi terbaru dari juru bicara bandara Pokhara, Anup Joshi, mengungkapkan pada Senin (16/1) waktu setempat bahwa beberapa menit sebelum mengambil posisi untuk pendaratan, pilot pesawat meminta perubahan landasan pacu.
"Izin diberikan," ucap Joshi dalam pernyataannya.
"Kami tidak bertanya (kenapa), setiap kali pilot meminta, kami memberikan izin untuk mengubah pendekatan," tuturnya.
Dalam penjelasan lebih lanjut, seperti dikutip The Kathmandu Post dan The Telegraph India, Joshi menjelaskan bahwa pesawat awalnya akan mendarat pada Landasan 30 di bandara Pokhara.
"Cuacanya cerah. Kami mengalokasikan Landasan 30 yang ada di ujung timur. Semuanya baik-baik saja," ujar Joshi.
Namun, kemudian kapten pilot, Kamal KC, yang merupakan instruktur pilot yang memegang komando dalam penerbangan itu meminta izin untuk beralih ke Landasan 12, yang ada di ujung barat pada kompleks bandara Pokhara.
"Kami tidak yakin mengapa. Izin diberikan, dan oleh karena itu, pesawat memulai penurunan ketinggian," ungkap Joshi yang juga merupakan operator senior ATC.
Bandara Pokhara yang dibangun dengan dana pinjaman China, diketahui baru diresmikan sekitar dua pekan lalu.
Pemerintah Nepal telah membentuk panel khusus untuk menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat dan merekomendasikan langkah-langkah agar insiden serupa tidak terulang kembali.
Jatuhnya pesawat Yeti Airlines ini tercatat sebagai kecelakaan udara paling buruk dan paling mematikan dalam 30 tahun terakhir di Nepal.
Sementara itu, kotak hitam pesawat telah ditemukan di antara puing-puing pesawat, dengan kedua bagiannya -- perekam data penerbangan (FDR) dan perekam data kokpit (CVR) -- masih dalam kondisi baik.
Data pada kedua bagian kotak hitam pesawat itu akan membantu penyelidik dalam menentukan penyebab jatuhnya pesawat.
FDR diketahui merekam lebih dari 80 jenis informasi, seperti kecepatan, ketinggian dan arah, juga tindakan pilot dan kinerja sistem pilot.
Sementara CVR merekam transmisi radio suara lain di dalam kokpit, seperti percakapan antara kedua pilot dan suara mesin.
Seorang pejabat bandara Kathmandu, Teknath Sitaula, menuturkan kepada Reuters bahwa kedua bagian kotak hitam pesawat itu akan dikirimkan untuk dianalisis berdasarkan rekomendasi pabrikan pesawat jenis ATR-72 tersebut.
Di bawah aturan penerbangan internasional, badan penyelidik kecelakaan pada negara di mana pesawat itu dirancang dan dirakit secara otomatis akan dilibatkan dalam penyelidikan.
ATR diketahui berbasis di Prancis, sedangkan mesin pesawat diproduksi di Kanada oleh Pratt & Whitney Canada.
Sementara itu, laporan seorang pejabat pusat koordinasi penyelamatan di bandara Kathmandu, Navin Acharya, menuturkan dua jenazah lainnya ditemukan pada Senin (16/1) waktu setempat.
Dengan demikian, sedikitnya total 70 orang tewas dalam kecelakaan tersebut.
Upaya pencarian untuk dua korban hilang lainnya dihentikan sementara pada malam hari dan akan dilanjutkan pada Selasa (17/1) waktu setempat.
(redaksi)