VONIS.ID, SAMARINDA - Kasus pungutan liar (Pungli) Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kelurahan Sungai Kapih akhirnya dibeberkan Polresta Samarinda, pada Senin kemarin (11/10/2021)
Setelah penyeidikan selama sepekan, Korps Bhayangkara yang telah menagan Lurah Sungai Kapih, Edi Apriliansyah (54) akhirnya resmi dijadikan tersangka.
Pada gelaran kasus tersebut, Edi bersama rekannya Rusli (46) yang lebih dulu diamankan akhirnya ditampilkan dihadapan awak media.
Dijelaskan Waka Polresta Samarinda, AKBP Eko Budiarto jika pengungkapan kasus pungli bermula dari mencuatnya informasi warga yang selalu dimintai sejumlah uang saat mengurus pemberkasan PTSL.
"Informasi itu kemduian dikembangkan Unit Tipikor dan berhasil mengumpulkan bukti kuat yang mengarah kepada dua tersangka. Pada selasa 5 Oktober 2021 sekitar pukul 13.00 Wita, Unit Tipikor segera melakukan OTT dengan proses yang dilakukan terhadap pelaku," ucap polisi berpangkat melati dua.
Dalam menjalankan aksinya, Edi Apriliansyah sengaja tidak membentuk Satuan Tugas PTSL tingkat kelurahan berdasarkan Perwali 24/2017.
Malainkan menunjuk rekannya, yakni Rusli untuk mejadi koordinator pelaksana berbekal surat mandat yang ditandatangani Lurah.
Padahal Rusli hanyalah orang sipil dan dipastikan bukan pegawai honorer Kelurahan Sungai Kapih dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Orang luar yang difungsikan oknum lurah ini ditugaskan mengumpulkan semua masyarakat yang melakukan permohonan sertifikat tanah. Mereka yang akan mengajukan dimintai Rp1,5 juta per kapling atau 200 Meter persegi, yang nentukan tarif ya si lurah ini. Rusli hanya mengumpulkan saja," tambahnya.
Pungutan tersebut tentunya melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.
Yakni, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa Pembagunan Daerah Tertinggal. Dalam belied bernomor 25/SKB/V/2107 itu dijelaskan jika Provinsi Kaltim masuk dalam kategori III dengan biaya maksimal Rp250 ribu.
Dari praktek kotor ini setidaknya kedua tersangka menerima uang Rp678.350.000.
Uang ini sebagian besar berada di rekening Rusli. Yakni senilai Rp439 juta. Dan, sebelumnya polisi juga sempat menyita uang tunai saat menangkap Rusli di aula serbaguna Kelurahan Sungai Kapih, senilai Rp24.350.000.
"Barang bukti saat ott berjumlah Rp600 juta lebih uang tunai. Ada yang dalam rekening dan dalam meja kerja. Diperkirakan ada 1.500 pengajuan dari masyarakat yang mengajukan untuk membuat sertifikat tanah. Ada sebagian yang kes, ada juga yang mencicil," jelasnya.
Dari cetak rekening koran milik Rusli, juga diketahui jika sempat memberikan uang senilai Rp45 juta ke Edi Apriliansyah pada awal Oktober.
Hal ini menjadi bukti kuat lainnya terkait keterlibatan Lurah Sungai Kapih sekaligus otak intelektual di balik pungli PTSL.
"Persenan untu pejabat publik ini masih diselidiki, tapi tersangka Rusli ini juga sempat transfer ke Edi pada awal oktober. Ada tiga kali transfer, Rp15 juta setiap kali transfer," bebernya.
Praktik kotor ini bahkan telah dilakukan sejak November 2020.
Ketika awal proses pendataan dan pendaftaran yang akan diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dimana saat itu setiap pemohon dipungut biaya pendaftaran Rp100 ribu.
Hasil pungutan itu juga digunakan untuk membiayai operasional PTSL guna meraup keuntungan berlebih.
"Sebelumnya sempat juga mematok tarif untuk pendaftaran awal. Sosialisasi pada bulan Juni sebenarnya sudah dilakukan pejabat publik dengan instansi terkait, tapi pejabat publik ini kan juga bisa akal-akalan untuk tetaplan tarif. Termasuk pernyataan tidak keberatan membayar," ucapnya.
Disinggung ada tidaknya keterlibatan oknum lainnya, Perwira berpangkat dua melati emas di pundak ini mengatakan jika saat ini pihaknya masih mendalami kasus tersebut.
Termasuk memastikan kebenarannya adanya pungutan lain yang ditentukan berdasarkan klas tanah berlokasi strategis.
"Penentuan klas masih kami didalami. Masih dikembangkan juga siapa saja yang membantu (terlibat), saat kami ringkus dia (Rusli) hanya kerja sendiri," kuncinya.
Alat bukti yang sangat menggambarkan jelas praktik pungli ini membuat keduanya tak bisa lepas dari jeratan hukum. Edi Apriliansyah dan Rusli AS disangkakan Pasal 12 huruf E UU RI 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam UU RI 20/2001 juncto Pasal 55 KUHP, Pasal 56 KUHP. Terancam 20 tahun kerangkeng besi. (tim redaksi)