Sabtu, 23 November 2024

Update Terkini

Sidang Pembelaan Terdakwa PT MGRM, Bantah Merugikan Negara dan Sebut Proyek Tidak Fiktif

Kamis, 11 November 2021 18:57

Suasana persidangan beragenda pledoi pembelaan terdakwa berlangsung hingga pukul 21.15 Wita yang mana tuntutan dibantah, jika Iwan Ratman telah merugikan keuangan negara/VONIS.ID

VONIS.ID, SAMARINDA - Sidang perkara rasuah Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) milik Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kembali dipersidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, pada Senin (1/11/2021) sore.

Persidangan yang memasuki agenda pembacaan pledoi kembali menghadirkan terdakwa Iwan Ratman selaku mantan Direktur Utama PT MGRM sebagai pesakitan.

Sejak kembali dibukanya persidangan perkara nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr ini, Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, meminta terdakwa menyampaikan pembelaannya.

Nota pembelaan 157 lembar milik Iwan Ratman dibacakan secara bergantian oleh tiga kuasa hukumnya.

Point didalam pembelaan Iwan Ratman di antaranya, menyatakan bahwa dana PT MGRM sebesar Rp50 miliar yang dialirkan ke PT Petro TNC Internasional itu bukanlah milik negara.

Melainkan dana perusahaan hasil dari pembagian Deviden atau PI. Lalu menyatakan, bahwa rencana maupun pembelian saham PT Petro Indo Tank, guna membangun tangki timbun dan terminal BBM di Samboja telah diketahui oleh komisaris.

Kemudian turut menyatakan bahwa proyek pembangunan tangki timbun dan BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon bukanlah proyek fiktif.

Dengan alasan, bahwa rencana pembangunan telah dilaksanakan bahkan ditandai berupa peletakan batu pertama dari Gubernur Kaltim. 

Nota pembelaan setebal 157 lembar ini baru selesai dipaparkan di persidangan sekitar pukul 21.15 Wita.

Setelah menyampaikan pembelaannya, Kuasa Hukum Iwan Ratman yang ditemui untuk dimintai keterangan media ini memilih enggan berkomentar.

Sementara itu, JPU Zaenurofiq ketika dikonfirmasi menyampaikan tanggapan atas pembelaan Iwan Ratman yang diwakili tiga kuasa hukumnya tersebut.

Dikatakannya, apa yang telah dipaparkan dalam pembelaan bertolak belakang dengan fakta didalam persidangan.

"Sebagaimana dari keterangan saksi komisaris, yang mengatakan bahwa memang telah menandatangani surat persetujuan, terkait rencana bisnis keekonomian dan kelayakan. Kala itu disampaikan, bahwa apabila PT MGRM menginvestasikan dana sekian maka akan dapat keuntungan sekian. Tetapi, hal itu harus ditindaklanjuti lagi didalam RKAP dan mendapatkan persetujuan didalam RUPS," jelasnya.

Rencana pembelian saham PT Petro Indo Tank, diyakini tidak mendapatkan persetujuan dari para komisaris maupun pemegang saham.

Lantaran hal tersebut tidak pernah disampaikan terdakwa dalam Rancangan Kerja dannAnggaran Perusahaan (RKAP) maupun diajukan didalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

"Dalam hal ini penasehat hukum dan terdakwa mengambil sepotong-potong. Seolah-olah itu sebagai hal yang dapat dilegalkan oleh terdakwa, bahwa mengeluarkan anggaran Rp50 miliar untuk mengakuisisi saham di PT Petro Indo Tank itu dilegalkan," ungkapnya.

Sedangkan untuk menggunakan anggaran Perusda harus melalui mekanisme didalam RUPS.

Seperti yang tertuang didalam PP Nomor 57 Tahun 2017 tentang BUMD. Diantaranya adalah mengenai kewajiban direksi untuk menyusun RKAP.

"Karena pada saat itu tidak ada anggaran. Sedangkan anggaran yang ada dikelola sebesar Rp74 miliar itu, hanyalah cadangan untuk dikelola oleh PT MGRM. Dana ini sisa dari deviden yang telah diserahkan ke Pemkab Kukar dan Pemegang Saham sebelumnya," ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut Zaenurofiq, direksi diwajibkan untuk menyusun RKAP. 

"Misalnya ini ada anggaran sebesar Rp74 miliar, mau digunakan untuk apa. Itu harus disusun lebih dahulu RKAP. Lalu diajukan ke RUPS, setelah disetujui komisaris baru bisa," sambungnya.

Sedangkan apa yang dilakukan Iwan Ratman menyalahi aturan didalam mekanisme memimpin Perusda milik Pemkab Kukar tersebut.

Dengan bermodalkan surat persetujuan, dirinya menganggap hal itu dapat melegalkan untuk mengeluarkan anggaran guna mengakusisi saham PT Petro Indo Tank. 

"Jadi sangat terbalik dengan pernyataan komisaris dan pemilik saham. Sementara didalam RUPS tidak secara rinci disampaikan, bahwa ada rencana bisnis tangki timbun dan BBM itu memerlukan anggaran sekian," katanya.

"Saksi-saksi pemegang saham, itu harus dituangkan didalam RUPS. Disampaikan jelas disitu, kalau memang Iwan punya rencana membangun tangki timbun dan BBM, dananya kan harus disiapkan dulu. Sedangkan didalam RKAP saja itu tidak ada," imbuhnya.

Pria yang akrab disapa Rofiq itu turut menanggapi terkait pembelaan terdakwa, yang menyebutkan bahwa anggaran Rp50 miliar yang digunakan untuk membeli saham PT Petro Indo Tank, berasal dari PI dan bukan berasal dari APBD. Sehingga dirinya menolak disangkakan merugikan keuangan negara.

"Namun PT MGRM sebagai perseroda ini ada 99 persen milik Pemda. Jadi itu termasuk aset daerah. Bahkan didalam surat gubernur juga jelas untuk pembagian hasilnya PT MGRM. Dimana 33,5 persen Deviden, itu ke Pemkab Kukar melalui BUMD. Ya dalam hal ini adalah PT MGRM. Jadi ini ya sama saja uang negara, uang daerah," tegasnya.

Dalam kesempatan ini, Rofiq turut menyangkal pembelaan terdakwa yang menyatakan bahwa rencana pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, bukan sebagai proyek fiktif. 

"Pembelaan dia itu, sudah saya sangkal. Kenapa, karena saya sudah minta surat izin dari Dinas PTSP maupun Dinas Pertanahan Kabupaten Kukar. Ternyata proyek di Samboja yang telah dilakukan ground breaking oleh gubernur itu, tidak pernah ada izin pembangunan proyek. Jadi ini proyek fiktif," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, mantan pimpinan perusda milik Pemkab Kukar tersebut, dituntut JPU dengan hukuman pidana 18 tahun kurungan penjara.

Tuntutan yang dijatuhkan tersebut berdasarkan fakta dari serangkaian agenda persidangan sebelumnya. 

Terdakwa Iwan Ratman dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi.

Dugaan korupsi tersebut, terkait pengalihan dana sebesar Rp50 Miliar ke PT Petro TNC Internasional, dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.

Sedangkan Iwan Ratman sendiri merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro TNC International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut. 

Kerugian yang diderita negara itu, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.

Sebelum menjatuhkan tuntutan, Zaenurofiq menjelaskan perihal PT MGRM yang dibentuk Pemkab Kukar melalui Peraturan Daerah (Perda) 12/2017.

Pemkab Kukar kemudian membentuk Perda 12/2018 untuk menyalurkan penyertaan modal ke badan usaha di sektor migas tersebut. 

Modal awal membangun PT MGRM ini diketahui menghabiskan biaya sebesar Rp5 miliar. Selanjutnya dibagi atas kepemilikan saham.

Diketahui Pemkab Kukar menjadi pemilik saham mayoritas. Dengan nilai sahamnya 99 persen. Pemkab Kukar setor modal awal sebesar Rp4,95 miliar.

Sedangkan Perusda Tunggang Parangan dengan nilai saham 0,6 persen atau Rp30 juta. Lalu Perusda Kelistrikan dan Sumber Daya Energi (KSDE) senilai 0,4 persen atau Rp20 juta.

Tujuan dibentuknya PT MGRM oleh Pemkab Kukar ini untuk mengelola dividen 33,5 persen jatah Pemkab Kukar dari PI 10 persen Blok Mahakam. 

Terdakwa yang diangkat menjadi direktur, menjalankan tugasnya mengelola dividen pada 2018-2019.

Iwan Ratman lalu menggandeng PT Petro TNC International, perusahaan yang 80 persen sahamnya dia miliki.

Kerja sama antara PT MGRM dengan PT Petro TNC International itu guna membangun proyek tangki timbun dan terminal BBM yang dimaksud.

Dalam kerja sama itu, PT Petro TNC International bertugas mencari investor hingga rekanan yang mengerjakan proyek tangki timbun dan terminal BBM dengan total nilai Rp 600 miliar.

Kerja sama ini berlaku 18 bulan sejak disepakati pada 15 April 2019. Namun hingga batas waktu kesepakatan berakhir, proyek itu tak pernah terwujud. 

Kerja sama diadendum, proyek pun menggemuk. Semula hanya disepakati pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja.

Dalam adendum justru bertambah dua lokasi, Cirebon dan Balikpapan. Begitu pun dengan nilai kerja sama, dari Rp600 miliar menjadi Rp1,8 triliun. 

Lewat perubahan itu, terdakwa selaku komisaris membuat anak usaha dari PT Petro TNC International, yakni PT Petro TNC Indotank yang nantinya jadi perusahaan gabungan untuk proyek tersebut.

Terdakwa Iwan Ratman kembali jadi komisaris dalam anak usaha ini. 

Kepemilikan saham terbagi dua, Exim Finance Dubai UAE sebesar 70 persen. Sementara PT Petro TNC International memiliki saham 30 persen yang di dalamnya terdapat 10 persen milik PT MGRM yang dibeli kepemilikannya senilai Rp50 miliar.

Dari pembelian itu, PT MGRM dijanjikan mendapat hibah senilai Rp130 miliar dan dividen rata-rata per tahunnya sebesar Rp184 miliar.

Ditambah lagi, PT MGRM juga berhak mengelola fasilitas proyek nantinya.

Namun penyetoran pembelian saham itu hanya akal-akalan terdakwa Iwan Ratman untuk dapat menilap uang tersebut. 

Bahkan didalam fakta persidangan, disebutkan bahwa penyetoran sebesar Rp10 miliar ke PT TNC Internasional dengan dalih peminjaman, tanpa sepengetahuan komisaris Ataupah pemegang saham.

Begitu pula dengan aliran dana sebesar Rp40 miliar secara bertahap untuk pembelian saham PT Indo Tank.

Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum. 

Meminta agar majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Iwan Ratman, berupa hukuman pidana selama 18 tahun penjara.

Serta dijatuhi hukuman tambahan denda sebesar Rp500 juta.

Apabila denda tersebut tidak dibayar maka maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan penjara.

Kemudian menetapkan agar terdakwa Iwan Ratman dapat membayar uang pengganti sebesar Rp50 miliar.

Paling lama dalam waktu satu bulan setelah memperoleh putusan pengadilan.

Apabila uang pengganti tak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan penjara. (tim redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal