Jumat, 15 November 2024

Update Terkini

Sidang Rasuah Penyimpangan Royalti Batu Bara Senilai Rp4,5 Miliar, Majelis Hakim Dengarkan Keterangan 6 Orang Saksi

Selasa, 30 November 2021 19:26

Terdakwa penyimpangan royalti batu bara, Hartono saat pertama kali diringkus Korps Adhyaksa pada pertengahan tahun kemarin sebab terbukti bersalah melakukan tindak rasuah/VONIS.ID

VONIS.ID, SAMARINDA - Sidang perkara rasuah penyimpangan royalti batu bara senilai Rp4,5 miliar kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Selasa (30/11/2021) sore tadi.

Persidangan yang memasuki agenda pemeriksaan saksi menghadirkan terdakwa Hartono, sekaligus Direktur CV Jasa Andhika Raya (JAR) Cabang Tenggarong sebagai pesakitan melalui sambungan virtual.

Didalam ruang sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Sumanto dari Kejaksaan Tinggi Kaltim menghadirkan 6 saksi.

Di antaranya mantan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Amrullah.

Direktur CV JAR dan Pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) Djonni Juanda.

Irwan Santoso, Kelly Jadiamen Girsang, Anthony Sianipar, dan Dody Sukma.

Diawal persidangan, Majelis Hakim mencecar sejumlah pertanyaan terhadap saksi Amrullah sebagai mantan Kepala ESDM Kaltim.

Saksi ditanya seputar pengetahuannya terkait perselisihan jumlah pembayaran royalti CV JAR.

"Setahu saya masalah pembayaran royalti itu terjadi di tahun 2019," ucap Amrullah.

Pertanyaan kemudian bergeser kepada Saksi Irwan Santoso dari PT Cahaya Ramadhan. Saksi adalah rekanan CV JAR didalam penambangan.

Kepada Majelis Hakim, saksi Irwan mengaku kalau CV JAR hingga akhir tahun 2019 lalu, belum melakukan penambangan.

Sementara mengenai penjualan batu bara dengan menggunakan dokumen CV JAR, saksi Irwan mengatakan, 13 kali pengapalan yang baru diketahui dari dokumen pada bulan Oktober 2019 ia tidak tahu dari mana batu baranya.

"Saya tidak tahu, yang jelas bukan dari lokasi CV JAR," terang saksi.

Lebih lanjut Irwan menjelaskan kepada Majelis Hakim, saat terjadi penjualan batu bara itu posisi jabatan Direktur CV JAR adalah Dicky Muhammad Kurniawan.

Bersangkutan sah menjabat pada 24 Januari 2019 menggantikan Djoni Juanda.

Irwan kembali bersaksi bahwa awal penjualan batu bara terjadi di bulan Mei 2018. Saat itu belum terjadi perubahan susunan direksi.

Jabatan Direktur CV JAR masih pada Djonni Juanda. Sehingga yang bertanggung jawab, kata saksi, adalah Djonni Juanda.

Majelis Hakim lantas mempertanyakan kaitannya dengan Terdakwa Hartono.

Saksi lantas membenarkan bahwa terdakwa Hartono belakangan malah melakukan penjualan batu bara, dengan mengatasnamakan CV JAR.

Sedangkan CV JAR kala itu sedang tidak melakukan aktivitas penambangan sama sekali.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan kepada saksi Irwan, baik dari Majelis Hakim maupun dari JPU dan Penasehat Hukum Terdakwa Hartono.

Sebelum kemudian sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi lain.

Sejumlah fakta yang terungkap dalam pemeriksaan saksi-saksi, di antaranya terjadi pembayaran royalti e-PNBP oleh CV JAR melalui akun CV JAR yang belum ada melakukan penambangan.

Singkat cerita, setelah mendengarkan keterangan dari keenam saksi, sidang lalu ditutup dan kembali dilanjutkan pada Selasa (6/12/2021) pekan depan. Masih dengan agenda yang sama.

Untuk diketahui terdakwa Hartono dengan nomor perkara 37/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, diduga melakukan tindak rasuah pembayaran royalti.

Perbuatan terdakwa sebagaimana didalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penjualan batu bara.

Hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp4,5 miliar.

Sementara rincian jumlah PNBP yang seharusnya dibayar CV JAR selama tahun 2019, ialah sebesar Rp5,2 miliar.

Namun terdakwa sebagai Direktur JAR Cabang Tenggarong hanya membayar sebesar Rp779 juta saja.

Kerugian tersebut berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur Nomor : SR-290/PW17/5/2020 tanggal 6 Oktober 2020.

Timbulnya kerugian tersebut akibat perbuatan terdakwa Hartono yang mengatasnamakan CV JAR, membayar royalti provisional kualitas batu bara, dengan tingkat Kalori (Kkal/kg, airdried basis (adb) < 5.100 tarif 3% dari harga jual.

Namun pada kenyataannya, sesuai kalori yang tercantum dalam Report of Analysis (ROA) batu bara CV JAR kala itu memiliki tingkat kalori (Kkal/kg, airdried basis) ≥ 6.100 atau 6.668 kcal/kg adb, sehingga terdakwa seharusnya membayar kewajiban PNBP dengan tarif 7% dari harga jual.

Akibat perbuatan memanipulasi data kalori batu bara dan menyimpangkan pembayaran royalti pada negara, terdakwa Hartono didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999.

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RO Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab KUHPidana dalam Dakwaan Primair.

Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RO Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (tim redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal