Selasa, 30 April 2024

Journalist Touring to Kubar, PR Besar Selesaikan Infrastruktur Mangkrak (Part 2 Selesai)

Minggu, 6 Februari 2022 17:32

KONDISI JALAN - Kondisi memilukan Jalan Bung Karno yang menyerap ratusan miliar anggaran APBD Kabupaten Kutai Barat/ FOTO: VONIS.ID

VONIS.ID - Setelah menjajal jalur Trans Kalimantan Timur sejauh 293,3 kilometer dengan waktu tempuh 12 jam, rombongan delapan awak media asal Samarinda akhirnya mendaratkan kaki di Bumi Sendawar, nama lain Kabupaten Kutai Barat yang berada di hulu aliran Sungai Mahakam pada Jumat (21/1/2022).

Dalam perjalanan tersebut, rombongan awak media pun telah menyaksikan langsung kerusakan jalan Trans Kaltim sejauh ratusan kilometer yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat di hulu Sungai Mahakam. Namun demikian, permasalahan Kabupaten Kutai Barat yang terkenal dengan ikon Macan Dahannya ini tak berhenti sampai di situ.

Dengan kekayaan alam dan buminya, rupanya Kabupaten Kutai Barat masih menyimpan banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk diselesaikan, dimana masih ada sejumlah proyek infrastruktur penunjang perekonomian masyarakat yang menggantung alias belum tuntas.

Bahkan proyek yang kabarnya masuk dalam anggaran Multiyears itu berada tak jauh dari tempat kami, rombongan "Journalist Touring to Kubar" menginap di salah satu hotel kawasan Barong Tongkok. Letaknya kurang dari 4 kilometer melewati Pasar Sendawar, yang merupakan lokasi relokasi pasca bentrok berbau sara pada November 2012 lalu.

Jalan Bung Karno yang Menanti Penyelesaian

Proyek multiyears pertama yang menanti keseriusan pemerintah itu adalah Jalan Bung Karno yang beralamat di Desa Juaq Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat. Seperti diketahui, Jalan Bung Karno yang memiliki panjang sejauh 12 kilometer itu membelah bukit Mencelew dan memilki peran penting sebagi jalur pendekat bagi masyarakat Kecamatan Tering menuju Barong Tongkok sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Barat.

Informasi dihimpun, Jalan Bung Karno itu sejatinya mulai digarap pengerjaannya sejak 2012 silam dengan gelontoran anggaran di tahun itu mencapai Rp. 70.237.860.150 Miliar saat Kabupaten Kutai Barat di masa kepemimpinan Ismael Thomas.

Bahkan di tahun-tahun selanjutnya, Jalang Bung Karno yang menghubungkan kawasan Simpang Ombau, Juaq Asa,Linggang Amer dan Mencelew itu terus mendapatkan gelontoran anggaran. Di tahun 2013 anggaran digelontorkan sebesar Rp. 125.866.245.389 Miliar, kemudian di tahun 2014 sebesar Rp. 136.074.147.731 Miliar dan di tahun 2015 senilai Rp.136.074.147.731 Miliar dan terakhir kembali digelontorkan anggaran pada 2016 sebesar Rp. 114.326.203.997 Miliar.

Namun demikian, hingga 2022 saat ini nasib penyelesaian Jalan Bung Karno pun masih menggantung.

“Miris memang ada proyek yang kami temukan belum tuntas sampai sekarang. Dan kami masyarakat sudah berulang kali menyampaikan kepada pemerintah kabupaten mengenai hal ini, namun tidak pernah direspon,” kata Inosensius Syukur, yang merupakan dewan pengawas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kubar saat dijumpai rombongan awak media asal Samarinda.

Namun sangat disayangkan, dengan besarnya anggaran yang telah dikeluarkan pemimpin Kutai Barat saat ini terkesan enggan menyelesaikan proyek Jalan Bung Karno tersebut. Hal itu dapat dilihat dari besarnya silpa anggaran Kabupaten Kutai Barat yang diakumulasikan sejak 2017 – 2020 senilai Rp 1,8 Triliun.

Nasib Serupa Pelabuhan Royoq di Kutai Barat

Nasib menggantungnya penyelesaian proyek Jalan Bung Karno rupanya juga dialami oleh Pelabuhan Royoq yang merupakan pelabuhan peti kemas pertama di wilayah Hulu Mahakam, yang beralamat di Desa Muara Benagaq, Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat.

Menurut catatan media ini, pada era Bupati Kutai Barat Ismail Thomas, pelabuhan terbesar di Bumi Sendawar yang dikerjakan PT Duta Rama itu ditarget selesai pada 2015. Proyek pun ini dimulai pada 2009–2011 dan dilanjutkan tahun jamak tahap II pada 2012–2015 dengan rincian anggaran berikut.

Tahun anggaran 2012, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp. 8.792.021.001 Miliar. Kemudian di tahun 2013 sebesar Rp. 15.755.301.811 Miliar, di tahun 2014 senilai Rp. 17.033.075.544 Miliar dan begitu pula pada pagu anggaran di tahun 2015, yakni sebesar Rp. 17.033.075.544 Miliar.

Besarnya anggaran yang telah digelontorkan itu rupanya tak membuat laju pengerjaan Pelabuhan Royoq berjalan mulus, dan dari pantauan media ini ketika bertandang terlihat jelas pembangunan tak benar-benar dijalankan oleh pemerintahan saat ini.


PELABUHAN - Pelabuhan Royoq yang mengalami nasib tak jauh berbeda dengan Jalan Bung Karno dengan serapan anggaran ratusan miliar namun tak kunjung jelas nasib penyelesaiannya hingga saat ini/ Foto: VONIS.ID

Banyak tumpukan material bangunan dan tiang pancang pelabuhan berserakan di bibir Sungai Mahakam yang mulai usang termakan waktu. Padahal sejatinya Pelabuhan Royoq merupakan harapan besar yang begitu dinanti masyarakat untuk meningkatkan perputaran ekonomi.

“Yang jelas masyarakat sangat membutuhkan pelabuhan peti kemas ini. Yang kita bingungkan adalah kenapa periode Bupati Kubar saat ini tidak lagi melanjutkan pengerjaan pelabuhan, padahal APBD kita (Kubar) selalu mengalami silpa sejak 2017 lalu,” tegas Alosius yang merupakan anggota LSM Forum Akuntabilitas dan Transparansi (FAKTA) Kutai Barat saat dijumpai ketika rombongan bertandang ke Pelabuhan Royoq.

Alosius bahkan menuturkan silpa APBD Kutai Barat begitu besar, yang mana hal itu menjadi pertanyaan tidak dilanjutkannya proyek pengerjaan Pelabuhan Royoq.

“Di tahun 2019 kita mengalami silpa anggaran sebesar Rp 500 miliar,dan di tahun 2020 sebesar Rp 708 miliar silpa. Tentu ini menjadi pertanyaan kami semua, bagiamana bisa hal penting seperti pelabuhan ini tidak dilanjutkan. Apalagi kita saat ini menghadapi gelombang pembangunan IKN, yang mana tentunya kita di daerah harus bersiap dengan pembenahan infrastruktur agar tidak menjadi penonton di tanah kelahiran,” paparnya.

Jembatan ATJ Juga Menanti Keseriusan Pemerintah

Penantian masyarakat Kutai Barat terhadap peningkatan infrastruktur tak hanya pada Jalan Bung Karno dan Pelabuhan Royoq, sebab keseriusan pemerintah juga dinanti untuk menyelesaikan Jembatan Aji Tullur Jejangkat alias ATJ yang beralamat di Desa Melak Ilir, Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat.

Dari pantauan media ini, Jembatan ATJ yang menghubungkan Kabupaten Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara terlihat begitu memilukan. Sebab di ujung jalur pendekat menuju badan Jembatan ATJ tak terlihat dipasang pagar pembatas yang membuatnya menjadi tujuan santai masyarakat di sore hari itu terasa sangat berbahaya.

Selain kondisinya yang dibiarkan begitu saja, nasib kelanjutan proyek Jembatan ATJ yang memangkas jarak tempuh 100 kilometer dari arah Samarinda-Kutai Barat dan sebaliknya itu pun masih menggantung hingga saat ini. Padahal jika dihitung, Jembatan ATJ yang mulai dikerjakan sejak 2012 itu telah menyerap anggaran lebih dari Rp 300 Miliar.

“Yang kami dengar-dengar jembatan ini tidak dilanjutkan karena ada permasalahan di konstruksi bangunanya. Jadi keresahan masyarakat saat ini meminta agar pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan segera merampungkan jembatan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kubar,” harap Jamri Resa warga sekitar yang dijumpai.


JEMBATAN ATJ - Jembatan Aji Tullur Jejangkat (ATJ) juga demikian, dengan kondisi setengah-setengah proyek multiyears yang menjadi kebanggaan masyarakat Kutai Barat ini masih menunggu keseriusan pemerintah setempat/ Foto: VONIS.ID

Selain menyebut adanya permasalahan pada kosntruksi Jembatan ATJ, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat juga pernah mengutarakan bahwa dokumen pengerjaan jembatan sepanjang 1.040 meter itu sempat hilang yang menjadi sebab tak dilanjutkannya proyek tersebut.

“Kalau sampai pemkab tidak mampu mencari dan menghadirkan dokumen sebagai tersebut itu tidak masuk akal. Karena mudah saja jika ada pihak yang menghilangkan dokumen penting pemerintah atau negara itu bisa diancam dengan pidana,” tegas Hetin Harmansyah Ketua LSM FAKTA Kubar yang juga turut memberikan komentarnya.

Tak berhenti sampai di situ, Hertin juga membeberkan pada 2015 lalu pemerintahan terdahulu telah memasukkan anggaran penyelesaian Jembatan ATJ sebanyak Rp. 100.845.239.521. Kemudian anggaran juga ada pada tahun 2018, namun dialihkan untuk kekegiatan lain yang mana anggaran terus menerus menjadi silpa hingga triliunan rupiah.

“Dan jika itu dikatakan dibelanjakan pada APBD-P tiap akhir tahun juga jadi pertanyaan. Apakah hanya belanja rutin saja yang jadi prioritas, terus infrastruktur dikesampingkan? Apa ini yang namanya prestasi? Padahal begitu banyak kebutuhan yang perlu dibangun untuk menunjang perekonomian masyarakat,” tekan Hetin.

Gedung Kristen Center juga Terbengkalai

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal