IMG-LOGO
Home Hukum Kejati Kaltim Analisa Dugaan Kasus Kredit Macet di Bank Plat Merah yang Rugikan Negara Lebih dari Rp 200 Miliar
hukum | Umum

Kejati Kaltim Analisa Dugaan Kasus Kredit Macet di Bank Plat Merah yang Rugikan Negara Lebih dari Rp 200 Miliar

oleh Alamin - 08 April 2025 14:02 WITA

Kejati Kaltim Analisa Dugaan Kasus Kredit Macet di Bank Plat Merah yang Rugikan Negara Lebih dari Rp 200 Miliar

Kasus dugaan kredit fiktif yang terjadi di sebuah bank berplat merah di Kalimantan Timur-Kalimantan Utara kini turut disorot dan dianalisa oleh Kejaks...

IMG
Kejaksaan Tinggi Kalimanan Timur yang melakukan analisa dugaan kasus kredit macet di Bank plat merah Kaltim-Kaltara/Ist

VONIS.ID - Kasus dugaan kredit fiktif yang terjadi di sebuah bank berplat merah di Kalimantan Timur-Kalimantan Utara kini turut disorot dan dianalisa oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

Analisa dan pendalaman kasus dugaan kredit fiktif ini dilakukan Korps Adhyaksa bukan tanpa alasan.

Sebab dugaan modus operandi di bank plat merah Kaltim-Kaltara ini nyaris sama dengan yang telah diungkap jajaran Kejaksaan Tinggi Jakarta terkait kasus kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta.

"Kita tetap kaji, kita pelajari dulu (dugaan kasus kredit fiktif)," ucap Haedar, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Selasa (8/4/2025).

Meski masih melakukan sorotan, namun monitoring Korps Adhyaksa ini akan dilakukan secara ketat. Terlebih mengingat besarnya potensi kerugian negara.

"Setelah kita telaah baru diajukan ke pimpinan. Kita tetap monitor juga terkait itu. Tapi kita pelajari dulu," tambahnya.

Selain masih melakukan pemantauan kasus, Haedar juga menyebut kalau potensi potensi pidana yang terjadi di bank plat merah ini memiliki modus operandi yang nyaris sama dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jakarta.

"Dan ini modusnya hampir sama dengan yang terjadi di Bank Jatim. Terkait modus operandinya mirip," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan kredit fiktif ini diduga berawal dari aliran dana ke cabang bank plat merah yang berada di wilayah Malinau dan Bulungan Kalimantan Utara.

Informasi dugaan kerugian negara yang fantastis itu pasalnya juga telah disorot oleh lembaga pengawasan perbankan resmi alias Pemeriksa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Timur.

"Kalau memeriksa, iya, kita ada memeriksa, tapi yang ditanyakan spesifik yang mana bisa melalui humas agar disampaikan ke pimpinan," ucap Samdito Unggul Widodo yang dikonfirmasi, Senin (7/4/2025).

Kendati mengaku ada melakukan sejumlah pemeriksaan permasalahan keuangan perbankan, namun Samdito tidak merincikan problem yang terjadi. Khususnya yang diduga terjadi problem di bank plat merah di Malinau dan Bulungan Kalimantan Utara.

“Kami kan otoritas ini harus tahu dasarnya apa, jika mau menjawab yang mana. Supaya tidak melebar jawabannya. Karena kan kalau mengawasi bank memang tanggungjawab OJK," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle yang turut dikonfirmasi mengaku kalau dugaan problem kredit fiktif itu turut di bahas dalam agenda rapat dengar pendapat (RDP) bersama pihak terkait pada 25 Maret 2025 kemarin di Kota Balikpapan.

“Saya pikir yang persoalan di Malinau dan Bulungan itu bukan rahasia umum lagi, tapi memang sudah ada beberapa media yang meliput itu. Tapi karena ini bukan terjadi di wilayah Kaltim, tentunya kita tidak bisa serta merta kalau ini ada proyek yang begini begitu dan lain sebagainya, karena yang berhak memberikan penilaian itu tetap OJK,” ucap Sabaruddin.

Meski mengakui adanya problem tersebut, namun dengan tegas Sabaruddin tak ingin gegabah menilai dugaan kerugian negara yang diinformasikan mencapai lebih dari 200 miliar tersebut. Meski Sabaruddin menyebut ada problem di tubuh perbankan berplat merah itu, namun untuk memastikan kerugian negara tetap harus melalui pertimbangan lembaga teknis seperti OJK.

“Tapi tetap penilaian itu di domain OJK sebagai lembaga teknis. Seandainya kita ingin lebih mendalami ke arah sana, tentunya kita harus ada kerja tim dengan membentuk pansus dan lain sebagainya. Tapi hingga saat ini, kami belum mendapat informasi dari tim OJK. Terkait ini tentu kita akan mengarah ke sana (koordinasi dengan OJK),” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, terkait problem-problem tersebut tidak akan ada yang ditutup-tutupi. Sebaliknya, informasi yang diterima baik dari media dan publik, akan ditampung serta ditelaah lebih lanjut oleh Komisi II DPRD Kaltin.

“Kita bekerja sesuai ranah kerja kita di pengawasan, Kalau kita tidak ada yang ditutup–tutupi, kita semua terbuka, tidak ada yang begitu. Karena itu uang kita (masyarakat), semua tidak ada yang kita tutup–tutupi,” tandasnya.

Untuk diketahui, kasus serupa juga terjadi di Bank berplat Merah yang ada di Jakarta. Tepat pada 20 Februari 2025 lalu, Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kredit fiktif dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 569,4 miliar. Tiga tersangka yang diamankan pada Februari 2025 itu adalah Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, Benny; pemilik PT Indi Daya Group, Bun Sentoso; serta Direktur PT Indi Daya Rekapratama dan Indi Daya Group, Agus Dianto Mulia.

Kronologi kasus bermula saat tim penyidik Kejati Jakarta mulai memeriksa Benny terkait dengan dugaan manipulasi pemberian kredit di Bank Jatim Cabang Jakarta. Benny diduga telah memfasilitasi pencairan kredit fiktif kepada PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama. Kredit tersebut diberikan dengan menggunakan agunan atau jaminan dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seolah-olah ada kerja sama dengan BUMN padahal tidak ada.

Selain itu, pencairan dana dilakukan atas nama perusahaan nominee, yaitu perusahaan yang digunakan sebagai kedok untuk mendapatkan kredit dengan dokumen yang telah direkayasa. Modus operandi yang digunakan dalam kasus ini terbilang sistematis.

Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sebagai debitur sebenarnya tidak memiliki proyek riil atau kemampuan finansial yang memadai untuk mendapatkan kredit dalam jumlah besar. Namun, dengan bantuan Benny sebagai Kepala Bank Jatim Cabang Jakarta, proses pencairan kredit tetap dilakukan. Selain itu, peran Fitri Kristiani juga sangat krusial, karena ia bertindak sebagai penghubung yang mengurus berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam skema penipuan ini.

Tersangka Bun Sentoso dan Agus Dianto Mulia diduga berkolusi dengan Benny untuk mencairkan 65 kredit utang dan 4 kredit kontraktor. Total kredit yang telah dicairkan mencapai Rp 569,4 miliar. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung proyek-proyek yang didanai melalui kredit modal kerja, tetapi pada kenyataannya, proyek-proyek tersebut tidak pernah ada. Penyidik Kejati Jakarta menduga bahwa seluruh dana tersebut berasal dari kredit fiktif yang tidak sesuai dengan prosedur perbankan yang berlaku.

Setelah penetapan tersangka, Kejati Jakarta langsung melakukan penahanan terhadap ketiganya. Benny ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sementara Bun Sentoso ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan Agus Dianto Mulia di Rutan Cipinang. Sementara itu, Fitri Kristiani baru ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Maret 2025 dan akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk mendalami perannya dalam kasus ini.

Selain penahanan, penyidik juga melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk rumah Bun Sentoso dan kantor PT Indi Daya Group. "Saat ini penggeledahan masih berlangsung," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jakarta, Syarief Sulaiman Nahdi.

Ia menambahkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, penyidik menemukan berbagai dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan praktik manipulasi kredit fiktif yang dilakukan oleh para tersangka.

(tim redaksi)

Berita terkait