
VONIS.ID — Pengetatan fiskal yang diproyeksikan berlangsung pada dua tahun anggaran ke depan mulai memengaruhi arah kebijakan riset dan inovasi di Kalimantan Timur.
Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kaltim kini tengah melakukan penataan ulang skala prioritas program kerja untuk periode 2026–2027, agar kegiatan riset tetap berjalan efektif di tengah keterbatasan anggaran.
Penyesuaian tersebut mengemuka dalam pembahasan Brida Kaltim bersama DPRD Kalimantan Timur, yang difokuskan pada pemetaan ulang program prioritas berbasis urgensi dan dampak nyata bagi pembangunan daerah.
Dalam forum tersebut, Brida menekankan bahwa riset dan inovasi harus tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat serta mampu menjawab tantangan pembangunan daerah, meski ruang fiskal mengalami pengetatan.
Kepala Brida Kaltim, Fitriansyah, menjelaskan bahwa pembahasan dengan legislatif menjadi momentum penting untuk menyelaraskan arah kebijakan riset daerah dengan kondisi keuangan daerah yang realistis.
Menurutnya, pendekatan selektif menjadi keharusan agar setiap program yang dijalankan benar-benar memberikan nilai tambah.
“Intinya kami ingin memastikan agenda riset dan inovasi Brida tetap berjalan efektif dalam dua tahun mendatang, meskipun anggaran mengalami penyesuaian,” ujar Fitriansyah di Samarinda, Senin (22/12/2025).
Dari sisi pendanaan, Brida Kaltim diproyeksikan mengelola anggaran sekitar Rp19 miliar pada tahun 2026.
Angka tersebut mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan rencana awal yang berada di kisaran Rp23 hingga Rp24 miliar. Kondisi ini memaksa Brida untuk lebih cermat dalam menentukan program yang dilanjutkan, dikembangkan, maupun ditunda.
Fitriansyah menegaskan bahwa penurunan pagu anggaran tidak akan menjadi alasan untuk menurunkan kualitas maupun arah inovasi daerah.
Sebaliknya, keterbatasan tersebut justru mendorong Brida untuk lebih fokus pada riset terapan yang dapat langsung diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Salah satu strategi utama yang terus diperkuat adalah kolaborasi dengan perguruan tinggi. Menurut Fitriansyah, sinergi antara pemerintah daerah dan akademisi menjadi kunci agar hasil riset tidak berhenti pada laporan ilmiah, tetapi dapat diterjemahkan menjadi kebijakan atau produk yang aplikatif.
“Harapannya, riset yang dilakukan tidak berhenti di atas kertas, tetapi bisa menghasilkan solusi konkret bagi daerah,” katanya.
Dalam konteks itu, Brida Kaltim berupaya memosisikan diri sebagai jembatan antara dunia akademik dan kebutuhan pembangunan daerah. Riset-riset yang didorong ke depan diharapkan mampu menjawab persoalan strategis, mulai dari kesehatan, pertanian, transportasi, hingga pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal.
Fitriansyah memastikan bahwa sejumlah program riset unggulan yang telah berjalan pada tahun-tahun sebelumnya tetap akan dilanjutkan.
Keberlanjutan dinilai penting agar inovasi yang dikembangkan tidak terhenti di tengah jalan dan dapat mencapai tahap implementasi secara optimal.
Salah satu contoh inovasi yang masih menjadi perhatian Brida Kaltim adalah pengembangan produk berbasis sumber daya lokal, seperti Haruan Oil Plus yang ditujukan untuk mendukung upaya pencegahan stunting.
Produk ini dinilai memiliki potensi besar karena memanfaatkan kekayaan lokal sekaligus menjawab persoalan kesehatan masyarakat.
“Pengembangan produk daya lokal seperti Haruan Oil Plus untuk anti stunting masih tetap dikembangkan,” jelas Fitriansyah.
Selain sektor kesehatan, Brida Kaltim juga mendorong inovasi di bidang pertanian. Salah satu yang tengah dikembangkan adalah mesin pencacah rumput yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas petani.
Inovasi ini diharapkan dapat membantu petani menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan daya saing sektor pertanian lokal.
Di sektor transportasi dan pariwisata, Brida Kaltim turut mengembangkan riset pendukung pengangkutan laut serta kapal wisata berbasis listrik.
Inovasi ini sejalan dengan upaya transisi energi bersih dan pengembangan transportasi ramah lingkungan di Kalimantan Timur.
Fitriansyah mengungkapkan bahwa uji coba awal kapal wisata listrik telah dilakukan di kawasan folder. Ke depan, Brida berharap inovasi tersebut dapat diterapkan secara lebih luas, termasuk di Sungai Karang Mumus sebagai salah satu ikon kawasan perkotaan Samarinda.
“Untuk kapal wisata listrik, uji coba awal telah dilakukan di folder. Untuk tahapan awal semoga bisa diaplikasikan di Sungai Karang Mumus,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemilihan Sungai Karang Mumus sebagai lokasi implementasi awal bukan tanpa alasan. Selain memiliki nilai strategis dari sisi lingkungan dan pariwisata, sungai tersebut juga menjadi simbol tantangan perkotaan yang membutuhkan pendekatan inovatif dan berkelanjutan.
Ke depan, Brida Kaltim menegaskan komitmennya untuk tetap menjadi motor penggerak inovasi daerah, meskipun dihadapkan pada keterbatasan anggaran. Dengan strategi kolaboratif, fokus pada riset terapan, serta keberlanjutan program unggulan, Brida berharap inovasi tetap menjadi bagian integral dari pembangunan Kalimantan Timur.
Penyesuaian prioritas ini sekaligus menjadi pesan bahwa di tengah tekanan fiskal, riset dan inovasi tidak boleh berhenti, melainkan harus semakin tepat sasaran, adaptif, dan berorientasi pada kebutuhan nyata masyarakat.
(tim redaksi)
