VONIS.ID, TANGGERANG – Dengan iming-iming mendapat upah Rp 2 juta dan berlibur ke luar negeri, 10 warga negara asing (WNA) nekat melakukan upaya penyelundupan 56 satwa langka asal Indonesia ke India. Namun aksi ke 10 orang tersebut berhasil digagalkan petugas Bea Cukai Soekarno Hatta, bersama Avsec PT Angkasa Pura II Bandara Soekarno Hatta.
Dari ungkapan itu, petugas berhasil mengamankan 56 satwa dengan rincian 50 burung endemik, 5 binatang primata, dan seekor binatang berkantung alias marsupial. Para pelaku dan barang bukti itu didapati petugas dari dua upaya penyelundupan oleh para WNA asal India.
"Kasus ini menambah daftar upaya penyelundupan ekspor satwa langka tujuan India melalui barang bawaan penumpang. Sebelumnya, pada awal Juli 2024, kami juga telah menindak upaya penyelundupan burung cendrawasih dan berang-berang albino oleh warga negara India, yang diduga terkait dengan jaringan internasional perdagangan satwa ilegal di India," ujar Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, dikutip Jumat (9/8/2024).
Gatot merincikan, penindakan pertama terlaksana pada tanggal 29 Juli 2024, berawal dari kecurigaan petugas terhadap empat koper milik calon penumpang IndiGo Air tujuan Mumbai, India bernama BKM (49), ZAS (48), SDB (47), dan AMAS (47).
Dari kecurigaan petugas, akhirnya dilakukan penggeledahan terhadap barang bawaan ke 4 pria tersebut. Hasilnya dari dalam koper bawaan ditemukan 30 ekor burung endemik, yang terdiri dari 12 ekor Maleo Senkawor (Macrocephalon Maleo), 2 ekor Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis Melanoleucus), 6 ekor Cendrawasih Belah Rotan (Cicinnurus Manificus), 7 ekor Kolibri Black Sunbird (Leptocoma sericea), dan 2 ekor Kolibri Kelapa (Anthreptes Malacensis).
“Dari pengakuan pelaku, mereka diperintahkan oleh seorang pengendali di India untuk membawa koper dan menyerahkannya kepada seorang warga negara India di Indonesia. Koper tersebut selanjutnya dikemas ulang dan dibawa kembali ke India, setelah diisi puluhan ekor burung langka. Pelaku juga mengaku diiming-imingi akan diberikan pekerjaan,” kata Gatot.
Kemudian, pada pengungkapan kedua yakni pada tanggal 1 Agustus 2024, Bea Cukai Soekarno Hatta kembali melancarkan penindakan penggeledahan 6 koper milik calon penumpang Malindo Air tujuan akhir Bengaluru, India.
“Keenam penumpang tersebut berinisial AKK (50), BS (37), BR (56), SAS (49), SES (36), dan VS (48). Mereka menggunakan modus serupa dengan upaya penyelundupan pertama," lanjutnya.
Dari penindakan kedua, petugas menemukan 26 ekor satwa berbagai jenis, yang terdiri dari 6 ekor Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor), 4 ekor Cendrawasih Mati Kawat (Seleucidis Melanoleucus), 1 ekor Cendrawasih Kerah Besar (Lophorina superba), 8 ekor Burung Raja Perling Sulawesi (Basilornis celebensis), 1 Ekor Elang Alap Kelabu (Accipiter hiogaster), 5 Ekor Tarsius (Tarsius sp), dan 1 Ekor Kuskus (Phalanger sp).
Pelaku mengaku dititipkan koper untuk diberikan kepada seseorang setibanya di India dengan diiming-imingi liburan ke Indonesia, ditambah upah sebesar 10.000 Rupee atau sekitar 2 juta rupiah.
Saat ini, semua kasus tersebut statusnya telah dinaikkan ke tahap penyidikan dengan 10 pelaku ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran tindak pidana kepabeanan Pasal 102A huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yakni mengekspor barang tanpa menyerahkan pemberitahuan pabean, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal 5 miliar rupiah serta berdampak pada ancaman kepunahan keanekaragaman hayati dari bumi Indonesia. Terhadap barang bukti berbagai jenis satwa selanjutnya dititiprawatkan kepada BKSDA Jakarta.
“Bea Cukai Soekarno Hatta akan terus berkolaborasi dengan maskapai dan pihak-pihak terkait untuk mengimbau kepada penumpang agar selalu mematuhi peraturan terkait pembawaan barang keluar dari Indonesia, terutama satwa langka yang rawan dijadikan objek perdagangan ilegal. Hal ini kami lakukan untuk senantiasa menjaga kelestarian satwa endemik Indonesia yang hampir punah, demi terjaganya keseimbangan ekosistem dan kehidupan di bumi. Selain itu, pembawaan barang tanpa dokumen yang sah dapat berakibat pada tindakan hukum yang tegas dan konsekuensi yang serius,” pungkas Gatot.
Diketahui, menurut United Nations Environment Programme (UNEP), India merupakan negara dengan risiko tinggi perdagangan satwa liar ilegal melalui jalur transportasi udara. Hal ini didorong karena meningkatnya permintaan akan hewan peliharaan eksotis dan berkembangnya pasar gelap perdagangan satwa ilegal di India, dengan pemasok terbesarnya berasal dari negara-negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.
Adapun untuk satwa yang diselamatkan, seperti burung maleo merupakan satwa endemik yang hanya ditemukan di pulau Sulawesi yang saat ini telah ditetapkan sebagai satwa yang terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan termasuk Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild (CITES) sehingga dilarang dalam segala bentuk perdagangan.
Sementara itu, untuk burung cendrawasih, burung elang alap kelabu, tarsius, dan kuskus merupakan satwa yang dilindungi dan termasuk dalam Appendix II CITES, yang memerlukan dokumen perizinan khusus untuk pengangkutannya, sesuai dengan PermenLHK P.106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Adapun burung kolibri dan burung raja-perling Sulawesi termasuk burung dengan status konservasi risiko rendah, tetapi tetap harus diawasi kelestariannya di alam liar untuk menghindari kepunahan.
(tim redaksi)