VONIS.ID - Adanya suap di tubuh Polri terungkap pula dalam persidangan.
Seperti terjadi baru-baru ini dengan melibatkan oknum polisi, yakni mantan Kasubdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel, terdakwa AKBP Dalizon.
Diketahui, ia menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi suap infrastruktur di Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Tahun 2019
Dalam persidangam AKBP Dalizon buka-bukaan.
Ia blak-blakan mengungkap keterlibatan pihak lainnya dalam lingkaran kasus dugaan korupsi penerimaan suap proyek infrastruktur pada Dinas PUPR Muba tahun 2019.
Di hadapan majelis hakim diketuai Mangapul Manalu, terdakwa AKBP Dalizon juga mengaku adanya campur tangan serta diduga menerima sejumlah aliran uang dari Herman Mayori sebagai Kadis PUPR saat itu.
Mantan Kapolres OKU Timur ini mengungkap ada tiga anak buahnya yang menjabat sebagai Kanit seperti Salupen, Pitoy serta Haryadi sempat meminta perlindungan agar namanya tidak diseret-seret turut menerima.
“Sempat mereka meminta tolong saya agar menutupi keterlibatan mereka, namun karena saya kecewa, jadi saya ungkap saja sebenarnya, termasuk saat menjalani sidang dari pertama kali,” ungkapnya seperti dilansir dari Sumatera Ekspres.
AKBP Dalizon mengaku pimpinannya yakni Direktur Diteskrimsus Polda Sumsel saat itu selalu menyudutkannya.
AKBP Dalizon merasa dikhianati oleh anggotanya sendiri sebab tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang mereka terima.
Padahal AKBP Dalizon mengaku selalu memenuhi kewajiban sebagai bawahan.
Salah satunya setor Rp 500 juta ke mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel Kombes Anton Setiawan.
“Memang sering terlambat,” ungkapnya.
Setoran tersebut jatuh tempo tanggal 5 setiap bulannya ini disampaikan dalam proses sidang yang digelar 7 September itu,
Pernyataan ini disampaikan Dalizon saat Ketua Majelis Hakim Mangapul Manalu menanyakan asal uang ratusan juta rupiah tersebut.
“Saya lupa (uangnya dari mana), Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih),” ujar Dalizon, saat sidang di Pengadilan Tipikor, Palembang, Sumsel, Rabu 7 September 2022.
Dalizon mengatakan, awalnya setiap bulan dia menyetor Rp 300 juta per bulan ke Anton. Kemudian berubah menjadi Rp 500 juta per bulan.
Dua bulan pertama dirinya wajib setor Rp 300 juta ke Anton Setiawan. Bulan-bulan setelahnya, dirinya setor Rp 500 juta sampai jadi Kapolres.
“Itu jatuh temponya setiap tanggal 5,” ujar Dalizon.
Terkait aliran dana sebesar Rp 10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya.
Dalizon menambahkan uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal.
“Bram Rizal itu salah Kabid Dinas PUPR Muba. Dia bilang sepupu Bupati,” terangnya.
Uang hasil kejahatannya itu lalu dibagi-bagi.
“Sebanyak Rp 2,5 miliar untuk saya lalu Rp 4,25 miliar untuk Pak Dir, sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus ada Rp 500 juta fee untuk Hadi Candra,” jelasnya.
Anehnya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Anton yang dibacakan jaksa penuntut umum di ruang sidang pada 10 Agustus, Anton membantah keterangan AKBP Dalizon terkait penerimaan uang fee kepada dirinya.
Dalam persidangan sebelumnya, Dalizon selalu menyebut bahwa Anton telah menerima uang darinya.
Anton juga mengaku tak mengetahui kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba yang dalam tahap penyelidikannya dihentikan terdakwa.
“Tidak ada perintah dari saya menghentikan proses penyidikan termasuk pengamanan proyek Dinas PUPR. Saya juga tidak pernah menerima uang, benda atau hadiah apapun terkait proses penghentian perkara di Kabupaten Muba,” kata JPU membacakan BAP dari Anton.
Untuk diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Mangapul Manalu menyebutkan, AKBP Dalizon saat menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumatera Selatan, dirinya memaksa mantan Kepala Dinas PUPR Muba, Herman Mayori, membayar fee 5 persen agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Muba dihentikan.
Tidak hanya itu, Dalizon juga meminta uang Rp 5 miliar sebagai pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Muba.
Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019.
“Jika uang tidak diberikan maka terdakwa mengancam kasusnya akan naik ke dalam tahap penyidikan,” jelas Mangapul saat membacakan dakwaan.
Permintaan uang itu lalu dipenuhi oleh Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori karena dia takut atas ancaman tersebut.
Lalu, seorang bernama Adi Chandra menghubungi terdakwa Dalizon untuk mengantarkan uang sebesar Rp 10 miliar yang dimasukkan ke dalam dua kardus.
Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan pasal alternatif kumulatif.
(redaksi)