Jumat, 22 November 2024

Diskusi Bertajuk Kekerasan Seksual Garapan KIKA, Ketimpangan Relasi Kuasa Ikut Disebut

Minggu, 13 Maret 2022 17:48

ILUSTRASI - Ilustrasi kekerasan seksual/ Foto: Unsplash

VONIS.IDKaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar diskusi publik bertajuk ancaman kekerasan seksual dengan menghadirkan beberapa pihak secara daring pada Sabtu (12/3/2022).

Dalam kesempatan itu, ada empat narasumber berkompeten dihadirkan, yakni Yohanes Wahyu Prasetyo Magister Filsafat STF Driyarkara Jakarta, Sri Murlianti Dosen Fisip Unmul Samarinda, Mahendra Putra Kurni Dekan Fakultas Hukum Unmul Samarinda dan Diah Rahayu Psikologi Fisip Unmul Samarinda

Mula-mula, dalam diskusi tersebut Yohanes Wahyu Prasetyo Magister Filsafat STF Driyarkara Jakarta lebih dulu menyampaikan perihal 'membongkar akar kekerasan seksual'

"Kalau kita melihat data angka kekerasan seksual di kampus yang dilaporkan pada 2019 terdapat 174 kasus yang tersebar di 79 kampus di 29 provinsi di Indonesia. Pelakunya adalah dosen, mahasiswa, staf, tokoh agama kampus, dokter klinik kampus dan warga lain," papar Yohanes. 

Dari kasuistik itu, lokasi kejadian berada di dalam atau luar kampus seperti lokasi KKN, tempat magang dan acara kemanusiaan.

"Dari jumlah kasus tercatat, korban 96 persen adalah mahasiswi, 20 persen tak melapor, 50 persen memilih tak bercerita dan kasus yang dilaporkan tenggelam dalam gunung es," imbuhnya. 

Kata Yohanes, kasus kekerasan seksual yang banyak tenggelam dikarenakan adanya ketimpangan relasi kuasa.

"Yang mana pelaku menyalahgunakan kuasa mereka. Di kampus pelaku kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapa saja. Yang mana notabenya, pelaku memiliki kuasa lebih terhadap korban seperti lebih senior, lebih pintar, bisa mengatur lian dan lain sebagainya," tegasnya. 

Lanjut Yohanes relasi kuasa saat ini harus lebih bisa diseimbangkan agar angka kekerasan seksual bisa ditekan, atau bahkan dihilangkan. 

"Perempuan harus diberi ruang untuk menduduki posisi pengambil kebijakan dan juga adanya suatu aturan ketat yang mengatur kekerasan seksual di berbagai bidang," tegasnya. 

Senada dengan Yohanes, Sri Murlianti juga menjelaskan tak seimbangnya relasi kuasa menjadi faktor utama para korban kekerasan seksual memilih bungkam. 

"Kekerasan seksual umumnya lebih didasari pada kekuasaan (tak seimbangnya relasi kekuasaan) ketimbangan hanya pada dorongan hasrat," timpalnya. 

Sementara itu, Mahendra Dekan Fakultas Hukum, Unmul Samarinda juga tak menampik bahwa kasus kekerasan seksual masih menjadi momok yang tak bisa dikesampingkan. 

"Kasus-kasus seperti ini memang nyata adanya dan tak bisa kita kesampingkan," tegasnya. 

Terakhir, Diah Rahayu Psikologi Fisip Unmul Samarinda mengemukakan bahwa kekerasan seksual yang nyata adanya di lingkungan kampus memiliki dampak panjang kepada para korbannya. 

"Tentu ini akan berdampak panjang pada keadaan korban, banyak gangguan yang akan diidap seperti trauma mental hingga kesehatan," jelas Diah. 

Oleh sebab itu, keempat narasumber pun sependapat bahwa kekerasan seksual ruang lingkup kampus harus bisa segera dicegah dan antisipasi dengan cara menyeimbangkan relasi kekuasan dengan memberi ruang bagi perempuan di jabatan dan posisi strategis dalam dunia pendidikan. 


(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal