“Kami sebagai kuasa hukum dari Penggugat Hendra Gunawan dan Willyanto Lim merasa adanya kejanggalan terhadap putusan tersebut. Fakta dalam proses persidangan perkara Nomor 74/Pdt.G/2022/PN.Smr di Pengadilan Negeri Samarinda, pihak tergugat, tidak pernah menunjukan legalitas kepemilikan saham yang tergugat klaim miliknya. Dan tergugat juga tidak berusaha membuktikan atau menunjukkan terkait akta-akta yang tergugat buat di hadapan Notaris Dede Munajat,” bebernya.
Dalam gugatan tersebut, lanjut Angga, justri kliennya selalu memaparkan bukti legalitas kepemilikan perusahaan pada majelis hakim.
Namun demikian, proses persidangan dianggap terlalu lama dan diakhiri dengan putusan NO.
“Dalam putusan tersebut juga tidak pernah mendeklarasikan atau membenarkan bahwa saham-saham dalam PT Multi Sarana Perkasa adalah milik tergugat. Bahwa berbanding terbalik dengan faktanya, Kementerian AHU telah membatalkan kepemilikan saham tergugat melalui Surat Pemberitahuan Dirjen AHU, dimana dalam surat tersebut tertulis bahwa akun Notaris Dede Munajat telah disalahgunakan oleh orang yang tidak berhak,” kata Angga.
Bahwa faktanya, Notaris Dede Munajat telah meninggal dunia sebelum Akta-akta yang menjadi dasar kepemilikan tergugat tersebut terbit.
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan yang disampaikan oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kota bogor, yang menyatakan “bahwa Notaris Dede Munajat tidak lagi menjadi anggota Notaris Kota Bogor sejak meninggal dunia pada tanggal 24 Agustus 2021”.
Sementara akta-akta kepunyaan tergugat No 05 terbit pada tanggal 7 Januari 2022 dan No 11 terbit pada tanggal 10 Januari 2022, yang dibuat dihadapan Notaris Dede Munajat yang telah meninggal dunia jauh sebelum akta tersebut terbit.
"Hal ini menyebabkan kecurigaan kami terhadap putusan hakim pemeriksa perkara tersebut, diduga ada yang mempengaruhi putusan tersebut," ujar Angga.