VONIS.ID - Setelah menjajal jalur Trans Kalimantan Timur sejauh 293,3 kilometer dengan waktu tempuh 12 jam, rombongan delapan awak media asal Samarinda akhirnya mendaratkan kaki di Bumi Sendawar, nama lain Kabupaten Kutai Barat yang berada di hulu aliran Sungai Mahakam pada Jumat (21/1/2022).
Dalam perjalanan tersebut, rombongan awak media pun telah menyaksikan langsung kerusakan jalan Trans Kaltim sejauh ratusan kilometer yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat di hulu Sungai Mahakam. Namun demikian, permasalahan Kabupaten Kutai Barat yang terkenal dengan ikon Macan Dahannya ini tak berhenti sampai di situ.
Dengan kekayaan alam dan buminya, rupanya Kabupaten Kutai Barat masih menyimpan banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk diselesaikan, dimana masih ada sejumlah proyek infrastruktur penunjang perekonomian masyarakat yang menggantung alias belum tuntas.
Bahkan proyek yang kabarnya masuk dalam anggaran Multiyears itu berada tak jauh dari tempat kami, rombongan "Journalist Touring to Kubar" menginap di salah satu hotel kawasan Barong Tongkok. Letaknya kurang dari 4 kilometer melewati Pasar Sendawar, yang merupakan lokasi relokasi pasca bentrok berbau sara pada November 2012 lalu.
Jalan Bung Karno yang Menanti Penyelesaian
Proyek multiyears pertama yang menanti keseriusan pemerintah itu adalah Jalan Bung Karno yang beralamat di Desa Juaq Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat. Seperti diketahui, Jalan Bung Karno yang memiliki panjang sejauh 12 kilometer itu membelah bukit Mencelew dan memilki peran penting sebagi jalur pendekat bagi masyarakat Kecamatan Tering menuju Barong Tongkok sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Barat.
Informasi dihimpun, Jalan Bung Karno itu sejatinya mulai digarap pengerjaannya sejak 2012 silam dengan gelontoran anggaran di tahun itu mencapai Rp. 70.237.860.150 Miliar saat Kabupaten Kutai Barat di masa kepemimpinan Ismael Thomas.
Bahkan di tahun-tahun selanjutnya, Jalang Bung Karno yang menghubungkan kawasan Simpang Ombau, Juaq Asa,Linggang Amer dan Mencelew itu terus mendapatkan gelontoran anggaran. Di tahun 2013 anggaran digelontorkan sebesar Rp. 125.866.245.389 Miliar, kemudian di tahun 2014 sebesar Rp. 136.074.147.731 Miliar dan di tahun 2015 senilai Rp.136.074.147.731 Miliar dan terakhir kembali digelontorkan anggaran pada 2016 sebesar Rp. 114.326.203.997 Miliar.
Namun demikian, hingga 2022 saat ini nasib penyelesaian Jalan Bung Karno pun masih menggantung.
“Miris memang ada proyek yang kami temukan belum tuntas sampai sekarang. Dan kami masyarakat sudah berulang kali menyampaikan kepada pemerintah kabupaten mengenai hal ini, namun tidak pernah direspon,” kata Inosensius Syukur, yang merupakan dewan pengawas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kubar saat dijumpai rombongan awak media asal Samarinda.
Namun sangat disayangkan, dengan besarnya anggaran yang telah dikeluarkan pemimpin Kutai Barat saat ini terkesan enggan menyelesaikan proyek Jalan Bung Karno tersebut. Hal itu dapat dilihat dari besarnya silpa anggaran Kabupaten Kutai Barat yang diakumulasikan sejak 2017 – 2020 senilai Rp 1,8 Triliun.
Nasib Serupa Pelabuhan Royoq di Kutai Barat
Nasib menggantungnya penyelesaian proyek Jalan Bung Karno rupanya juga dialami oleh Pelabuhan Royoq yang merupakan pelabuhan peti kemas pertama di wilayah Hulu Mahakam, yang beralamat di Desa Muara Benagaq, Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat.
Menurut catatan media ini, pada era Bupati Kutai Barat Ismail Thomas, pelabuhan terbesar di Bumi Sendawar yang dikerjakan PT Duta Rama itu ditarget selesai pada 2015. Proyek pun ini dimulai pada 2009–2011 dan dilanjutkan tahun jamak tahap II pada 2012–2015 dengan rincian anggaran berikut.
Tahun anggaran 2012, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp. 8.792.021.001 Miliar. Kemudian di tahun 2013 sebesar Rp. 15.755.301.811 Miliar, di tahun 2014 senilai Rp. 17.033.075.544 Miliar dan begitu pula pada pagu anggaran di tahun 2015, yakni sebesar Rp. 17.033.075.544 Miliar.
Besarnya anggaran yang telah digelontorkan itu rupanya tak membuat laju pengerjaan Pelabuhan Royoq berjalan mulus, dan dari pantauan media ini ketika bertandang terlihat jelas pembangunan tak benar-benar dijalankan oleh pemerintahan saat ini.
Banyak tumpukan material bangunan dan tiang pancang pelabuhan berserakan di bibir Sungai Mahakam yang mulai usang termakan waktu. Padahal sejatinya Pelabuhan Royoq merupakan harapan besar yang begitu dinanti masyarakat untuk meningkatkan perputaran ekonomi.
“Yang jelas masyarakat sangat membutuhkan pelabuhan peti kemas ini. Yang kita bingungkan adalah kenapa periode Bupati Kubar saat ini tidak lagi melanjutkan pengerjaan pelabuhan, padahal APBD kita (Kubar) selalu mengalami silpa sejak 2017 lalu,” tegas Alosius yang merupakan anggota LSM Forum Akuntabilitas dan Transparansi (FAKTA) Kutai Barat saat dijumpai ketika rombongan bertandang ke Pelabuhan Royoq.
Alosius bahkan menuturkan silpa APBD Kutai Barat begitu besar, yang mana hal itu menjadi pertanyaan tidak dilanjutkannya proyek pengerjaan Pelabuhan Royoq.
“Di tahun 2019 kita mengalami silpa anggaran sebesar Rp 500 miliar,dan di tahun 2020 sebesar Rp 708 miliar silpa. Tentu ini menjadi pertanyaan kami semua, bagiamana bisa hal penting seperti pelabuhan ini tidak dilanjutkan. Apalagi kita saat ini menghadapi gelombang pembangunan IKN, yang mana tentunya kita di daerah harus bersiap dengan pembenahan infrastruktur agar tidak menjadi penonton di tanah kelahiran,” paparnya.
Jembatan ATJ Juga Menanti Keseriusan Pemerintah
Penantian masyarakat Kutai Barat terhadap peningkatan infrastruktur tak hanya pada Jalan Bung Karno dan Pelabuhan Royoq, sebab keseriusan pemerintah juga dinanti untuk menyelesaikan Jembatan Aji Tullur Jejangkat alias ATJ yang beralamat di Desa Melak Ilir, Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat.
Dari pantauan media ini, Jembatan ATJ yang menghubungkan Kabupaten Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara terlihat begitu memilukan. Sebab di ujung jalur pendekat menuju badan Jembatan ATJ tak terlihat dipasang pagar pembatas yang membuatnya menjadi tujuan santai masyarakat di sore hari itu terasa sangat berbahaya.
Selain kondisinya yang dibiarkan begitu saja, nasib kelanjutan proyek Jembatan ATJ yang memangkas jarak tempuh 100 kilometer dari arah Samarinda-Kutai Barat dan sebaliknya itu pun masih menggantung hingga saat ini. Padahal jika dihitung, Jembatan ATJ yang mulai dikerjakan sejak 2012 itu telah menyerap anggaran lebih dari Rp 300 Miliar.
“Yang kami dengar-dengar jembatan ini tidak dilanjutkan karena ada permasalahan di konstruksi bangunanya. Jadi keresahan masyarakat saat ini meminta agar pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan segera merampungkan jembatan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kubar,” harap Jamri Resa warga sekitar yang dijumpai.
Selain menyebut adanya permasalahan pada kosntruksi Jembatan ATJ, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat juga pernah mengutarakan bahwa dokumen pengerjaan jembatan sepanjang 1.040 meter itu sempat hilang yang menjadi sebab tak dilanjutkannya proyek tersebut.
“Kalau sampai pemkab tidak mampu mencari dan menghadirkan dokumen sebagai tersebut itu tidak masuk akal. Karena mudah saja jika ada pihak yang menghilangkan dokumen penting pemerintah atau negara itu bisa diancam dengan pidana,” tegas Hetin Harmansyah Ketua LSM FAKTA Kubar yang juga turut memberikan komentarnya.
Tak berhenti sampai di situ, Hertin juga membeberkan pada 2015 lalu pemerintahan terdahulu telah memasukkan anggaran penyelesaian Jembatan ATJ sebanyak Rp. 100.845.239.521. Kemudian anggaran juga ada pada tahun 2018, namun dialihkan untuk kekegiatan lain yang mana anggaran terus menerus menjadi silpa hingga triliunan rupiah.
“Dan jika itu dikatakan dibelanjakan pada APBD-P tiap akhir tahun juga jadi pertanyaan. Apakah hanya belanja rutin saja yang jadi prioritas, terus infrastruktur dikesampingkan? Apa ini yang namanya prestasi? Padahal begitu banyak kebutuhan yang perlu dibangun untuk menunjang perekonomian masyarakat,” tekan Hetin.
Gedung Kristen Center juga Terbengkalai
Tak berhenti sampai di situ, pantauan rombongan "Journalis Touring to Kubar" di kabupaten yang resmi mandiri sejak 1999 dengan 160 desanya itu juga menemukan polemik permasalahan lainnya. Berbeda dengan tiga proyek multiyears mangkrak yang disebutkan di atas, kali ini permasalahan justru terjadi setelah proyek selesai dirampungkan.
Proyek tersebut adalah Gedung Kristen Center yang beralamat di Desa Belempung Ulaq, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat. Data dihimpun, pembangunan Gedung Kristen Center itu dilakukan pada 2012 silam dengan serapan anggaran Rp. 50.700.400.000 Miliar.
Meski sempat tersandung kasus hukum pada 2019 silam, namun pada 2020 penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Barat mengumunkan penghentian sebab dalam proses penyidikan tidak ditemukan peristiwa pidana.
“Ini yang juga menjadi perhatian kami. Sudah jelas gedung ini selesai dibangun, dan Kejari menghentikan penyidikannya dengan terbitnya SP3. Tapi hingga saat ini (2022) bangunan itu (Kristen Senter) tak kunjung digunakan dan dibiarkan terbengkalai begitu saja,” kata Hertin Ketua LSM FAKTA Kutai Barat.
Ismail Thomas Angkat Bicara
Permasalahan keempat proyek yang telah disebutkan di atas tentu menjadi sumber kekecewaan masyarakat Kutai Barat. Dengan besarnya anggaran yang telah digelontorkan setiap tahunnya itu, ternyata tak menjamin pengerjaan cepat dilakukan.
Coba dikonfirmasi oleh rombongan "Journalist Touring to Kubar" mantan orang nomor satu di Bumi Sendawar, Ismail Thomas yang kini menjabat sebagai Anggota DPR RI pun akhirnya angkat bicara. Kepada awak media, Ismail mengakui sejumlah proyek multiyears di era pemerintahannya itu kini tidak jelas penyelesaiannya. Dia pun kembali menyinggung silpa yang dihasilkan pemerintahan saat ini.
"Itu kan (silpa) bukan prestasi, harusnya anggaran yang diberikan pusat itu digunakan untuk membangun, tapi ini tidak malah jadi simpanan," ungkap Ismael.
Tak berhenti, Ismail pun turut membeberkan di akhir masa jabatannya 2015-2016 lalu, dirinya telah menganggarkan untuk kelanjutan proyek Jalan Bung Karno sebesar Rp 114.326.203.997,95.
"Dengan rincian 2012 sebesar Rp 70 miliar, 2013 Rp 125 miliar, 2014 Rp 136 miliar, 2015 Rp 136 milir. Dan yang terakhir saat transisi saya anggarkan Rp 114 miliar. Tapi saya tidak tahu dialihkan ke mana, padahal peruntukannya sudah jelas," terang Ismail.
Begitu pula dengan Pelabuhan Royoq dan Jembatan ATJ. Ismael menegaskan juga telah menyisihkan anggaran tahun selanjutnya untuk penyelesaian kedua mega proyek tersebut.
“Tidak tahu mengapa, anggaran sudah ada, tapi tidak dikerjakan pemerintah setelah saya. Anggaran ada tapi amanah APBD tidak dilaksanakan,” jelas Ismail Thomas.
Sebagai mantan orang nomor satu yang juga merupakan putra asli Bumi Sendawar, Ismail Thomas sangat berharap agar sejumalah mega proyek yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat Kutai Barat itu bisa secepatnya dirampungkan.
“Harus diselesaikan lah. Karena yang besar dua proyek itu, yakni Jalan Bung Karno itu sudah dianggarkan juga kenapa tidak dikerjakan sampai sekarang. Alasannya defisit. Tapi setelah dihitung ada silpa semua. Artinya ada surplus anggaran. Silpa 2016 itu Rp 227 Miliar. Silpa 2017 saya nda ingat lagi, yang jelas sampai 2020 ada Rp 1,8 Triliun,” pungkasnya. -Selesai-
(redaksi)