VONIS.ID - Kasus yang menjerat Briptu Hasbudi karena kepemilikan tambang ilegal dan sejumlah aksi penyelundupan barang asal luar negeri disinyalir tak hanya terjadi di Kalimantan Utara, tetapi juga di Kalimantan Timur.
Ungkapan tersebut tentu bukan tanpa alasan, sebab menurut seorang akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, yakni Herdiansyah Hamzah bahwa Kaltim juga menyimpan banyak kasus serupa akan tetapi tak pernah ditangani secara serius hingga saat ini.
"Bahkan ada kasus tambang ilegal menyebut inisial oknum aparat dalam persidangan, namun tidak pernah diusut sampai hari ini," tegas pria yang karib disapa Castro itu, Rabu (11/5/2022).
Untuk diketahui, kasus yang disebutkan Castro itu terjadi saat Polresta Samarinda meringkus dua pelaku tambang ilegal di area pemakaman COVID-19 Samarinda, yakni Abbas (44) dan Hadi Suprapto (39) pada 2021 kemarin.
Kedua pelaku tersebut lantas dijerat dengan pidana, dan kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (10/8/2021) tersebut, dua terdakwa dihadirkan sebagai pesakitan, melalui sambungan virtual, yang mana keduanya menyebut mendapat backing dari aparat penegak hukum untuk melakukan aktivitas ilegal minning.
"Ada nama yang disebut disidang kasus pemakaman covid tanah merah, diproses enggak ? Ini kan aneh. Para pelaku tambang ilegal ini juga mustahil berani melakukan kejahatan secara terang-terangan tanpa backingan tertentu, yang bisa jadi backingan itu datang dari elit politik, pejabat pemerintahan, ataupun aparat penegak hukum sendiri," bebernya.
Tak hanya di area pemakaman COVID-19 Samarinda, Castro pasalnya juga menyebut beberapa kasus kejahatan ilegal minning di Kaltim, seperti pertambangan ilegal di kawasan Muang Dalam Samarinda, Laboratorium Pertanian Unmul di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Bukit Tengkorak Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Waduk Samboja dan banyak lainnya.
"Jadi ini semua seolah-olah ditutupi. Ini belum termasuk nama oknum aparat yang kerap disebut baik oleh warga maupun pelaku tambang ilegal," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Castro berharap agar penanganan kejahatan tambang ilegal di Kaltara bisa mentriger agar kasus serupa juga diseriusi di Kaltim. Mengusut kejahatan tambang ilegal harus dilakukan dengan seksama bahkan sampai ke akar permasalahan.
"Saya meyakini kejahatan Briptu Hasbudi bukanlah pelaku tunggal dalam perkara kejahatan tambang ilegal ini. Pasti ada orang dibelakangnya (directing mind) yang juga turut mengendalikan kejahayan tersebut. Jadi mesti diurai secara serius siapa pelaku dilapangan (plegen), siapa yang menyuruh melakukan (doenplegen), hingga yang turut serta melakukan (medeplegen). Jangan sampai justru aparat yang menangani kasus ini yang masuk angin. Sebab mustahil kejahatan yang sudah lama dilakukan ini, tidak tercium oleh aparat kepolisian," urainya.
Selain kejahatan lingkungan, lanjut Castro, pertambangan ilegal pasalnya juga erat bertalian dengan pidana korupsi.
"Kenapa, karena publik tahu, kalau bisnis tambang ilegal itu kerap dijadikan rente oleh baik para elit politik maupun oknum aparat lainnya. Jadi harus diurai siapa saja yang menerima manfaat dari kejahatan tambang ilegal ini. Kalau kita bicara korupsi, terutama suap dan gratifikasi, maka kemungkinan besar yang harus disasar itu adalah mereka yang punya kewenangan yang berkaitan penanganan kejahatan tambang ilegal, terutama yang selama ini cenderung melakukan pembiaran. Bisa jadi pemerintah ataupun aparat penegak hukum sendiri," katanya.
(redaksi)