Sejak Kamis, layanan internet dan pesan teks juga ditangguhkan dan panggilan telepon ke luar negeri sebagian besar gagal terhubung.
Sementara situs web media yang berbasis di Bangladesh tidak update dan akun media sosial mereka tetap tidak aktif.
"Memutuskan internet di negara dengan berpenduduk 170 juta orang adalah langkah drastis, yang belum pernah kita lihat sejak revolusi Mesir tahun 2011," ujar John Heidemann, kepala ilmuwan divisi jaringan dan keamanan siber di Institut Ilmu Informasi USC Viterbi, Sabtu (20/7/2024) dikutip dari cnbcindonesia.
Sebagai informasi, unjuk rasa para mahasiswa di Bangladesh ini pada intinya memprotes kuota untuk pekerjaan pemerintah yang berlaku di negara tersebut.
Kerusuhan berlangsung secara nasional ini dikobarkan oleh tingginya angka pengangguran di kalangan kaum muda Bangladesh.
Bahwa nyaris seperlima dari total 170 juta jiwa penduduk Bangladesh tidak memiliki pekerjaan atau tidak mengenyam pendidikan.
Pemerintahan PM Hasina telah menghapus sistem kuota itu tahun 2018 lalu, namun pengadilan tinggi Bangladesh menerapkannya kembali bulan lalu. (*)