VONIS.ID - Update kasus dugaan penyimpangan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beri penjelasan bahwa dana yang dihimpun oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak langsung disalurkan ke pihak-pihak yang membutuhkan.
Lalu, ke mana dana dihimpun lebih dahulu sebelum disalurkan?
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebutkan bila di atas Yayasan ACT terdapat entitas bisnis yang melakukan kegiatan usaha.
Dana yang dihimpun ACT itu disebut Ivan dikelola secara bisnis lebih dulu sebelum disalurkan ke penerima donasi.
"Ada transaksi memang yang dilakukan secara masif tapi terkait dengan entitas yang dimiliki oleh si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola business to business, jadi tidak murni penerima menghimpun dana, kemudian disalurkan. Tapi dikelola dulu di dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue ada keuntungan," kata Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).
Ivan mengungkapkan, PPATK juga menemukan bahwa ACT berafiliasi dengan sejumlah perusahaan yang didirikan oleh pendiri lembaga tersebut. Perusahaan dalam bentuk perusahaan terbuka (PT) itu disebutnya dimiliki oleh pendiri ACT.
"PPATK juga mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas tadi atau kepemilikan yayasan dan bagaimana mengelola pendanaan dan segala macam, memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini itu terkait dengan beberapa usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya, ada beberapa PT di situ, itu dimiliki langsung oleh pendirinya dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus," tuturnya.
Selain itu, PPATK juga menemukan yayasan-yayasan lain yang berafiliasi dengan ACT. Yayasan-yayasan tersebut tidak hanya terkait dengan pengumpulan zakat.
"Lalu kemudian ada yayasan-yayasan lain, tidak hanya terkait dengan zakat, ada juga terkait dengan kurban, dan tentunya terkait dengan wakaf," ujar Ivan.
PPATK kemudian juga menemukan ada anak perusahaan investasi yang berafiliasi dengan ACT.
"Lalu di bawahnya lagi ada lapisan perusahaan lagi yang terkait dengan investasi. Lalu di situlah di bagian bawah itu ada yayasan yang kita sebut yang teman-teman tanyakan pada kesempatan ini terkait dengan Yayasan ACT," ungkap dia.
Ivan melanjutkan, PPATK juga menemukan ada satu perusahaan yang dalam waktu 2 tahun melakukan transaksi senilai lebih dari Rp 30 miliar dengan ACT. Pemilik perusahaan itu diungkapnya terafiliasi dengan pengurus ACT.
"PPATK terus melakukan penelitian, sebagai contoh misalnya ada satu entitas perusahaan yang dalam waktu 2 tahun itu melakukan transaksi dengan entitas tadi ACT itu lebih dari Rp 30 miliar, yang ternyata pemilik perusahaan tadi terafiliasi dengan pengurus yayasan tadi," kata Ivan.
(redaksi)