Kamis, 4 Juli 2024

Pokja 30 Sorot Putusan Bebas Terpidana Korupsi, Buyung Marajo: Ada Apa dengan Pengadilan Tinggi ?

Selasa, 25 Juni 2024 21:12

Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo dan Pengadilan Tinggi Kaltim (IST)

VONIS.ID, SAMARINDA - Putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim yang membebaskan Wendy selaku Direktur PT Multi Jaya Concept (MJC) dari segala tuntutan hukum dugaan korupsi, kembali mendapat sorotan tajam dari sejumlah aktivis.

Salah satunya, yakni Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo yang menyorot tajam akan putusan bebas yang diberi PT Kaltim kepada terpidana korupsi.

Kata Buyung, pada pengadilan tingkat I, sejatinya terpidana Wendy sudah dinyatakan secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Namun saat terpidana mengajukan banding, majelis hakim di PT Kaltim justru memberi putusan bebas dan meminta agar terpidana Wendy dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

“Disebutkan dalam putusannya (Pengadilan Tinggi Kaltim), kalau perbuatan itu terbukti (dugaan korupsi) tapi bukan pidana, seakan ada pemakluman tentang korupsi di sini. Pertanyaannya, ada apa dengan Pengadilan Tinggi ini?” tegas Buyung, Selasa (25/6/2024).

Menurut Buyung, putusan yang diberikan kepada kasus terpidana Wendy sangat menggelitik. Karena sejatinya disebut kalau perbuatan itu ada, namun majelis pengadilan tingkat lanjut tidak mengindahkan tentang pelanggaran korupsi terpidana Wendy.

“Itu juga menggelitik, itu terbukti tapi bukan pidana? itu kan menggelitik, saya jadi enggak tau apa yang ada di isi kepala hakim pengadilan tinggi,” kritik Buyung.

Dalam asumsinya, Buyung mengatakan jika pengadilan mengakui adanya perbuatan yang diduga melanggar hukum, lantas kenapa hal tersebut tak dimasukan dalam pelanggaran tindak pidana korupsi.

“Artinya kan sudah merugikan negara. Karena uang itu berasal dari ABPD (pasti membuat kerugian negara), dan di situ juga ada penyalahgunaan kewenangan tentang penggunaan uang tersebut,” tambahnya.

Dengan total kerugian negara yang mencapai Rp 10,7 miliar, Buyung menduga kalau ada pemakluman dari putusan hukum yang diberi majelis hakim Pengadilan Tinggi Kaltim. Terlebih mengingat Wendy bukanlah satu-satunya orang yang terseret dalam kasus tersebut.

Dengan analogi tersebut, maka sangat memungkinkan kalau Wendy merupakan salah satu aktor dari rangkaian besar kasus korupsi tersebut. Sehingga jika, terpidana lain sudah diputus bersalah, maka Wendy otomatis juga masuk di dalamnya.

“Ini harus jadi perhatian lembaga pengawas yang bisa betul-betul menjaga personatika hakim. Ini seharusnya menjadi perhatian publik. Yang mengawas di pengadilan juga harusnya melihat putusan ini,” tekannya..

Dengan putusan yang berbeda dari pengadilan tingkat I dan pengadilan tinggi ini, Buyung tak menampik jika ke depan masyarakat akan semakin mini kepercayaan terhadap proses peradilan yang ada di Indonesia.

“Kita juga tidak akan percaya dengan putusan-putusan begini. Ini semakin tidak bertaring. Seharusnya mereka itu dibebastugaskan (Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kaltim). Apalagi ini kasus tipikor,” tekannya lagi.

Diakhir, Buyung juga mengutarakan jika putusan bebas tersebut diduga kuat karena hakim dan terpidana bermain mata.

“Tentunya juga putusan ini menjadi tanda tanya, ada apa hakim di pengadilan tinggi kaltim dengan Wendy ini. Dan seharusnya hakim yang mengadili kasus ini turut diperiksa. Dan ini harus menjadi perhatian publik,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, kalau kasus dugaan rasuah dengan potensi kerugian negara Rp 10,7 miliar mencuat dari kerja sama yang dilakukan PT MMPH dengan PT MJC. Pada kerja sama itu, PT MMPH yang merupakan anak perusahaan PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) perseroan daerah (perseroda) milik Pemprov Kaltim telah mengalami kerugian Rp 10,7 miliar.

Kerugian itu meliputi pembiayaan pembangunan proyek rumah kantor (rukan) The Concept Business Park di Jalan Teuku Umar, Karang Asam Ilir, Sungai Kunjang Samarinda. Penawaran senilai Rp 12 miliar, dengan rencana investasi pengembalian penuh dana yang dipinjam beserta bagi hasil penjualan unit rukan yang nanti terbangun.

Namun pada akhirnya, proyek pengerjaan itu tak terselesaikan sehingga keuntungan berubah menjadi kerugian dengan hasil akhirnya, Rp 10,7 miliar. Uang miliaran itu di persidangan tingkat I dinilai sebagai kerugian penyertaan modal yang bersumber dari APBD.

Sehingga majelis hakim memutus terdakwa Wendy selaku Direktur PT MJC terbukti bersalah dengan vonis 7 tahun 6 bulan pidana penjara, beserta denda Rp 300 juta subsider 3 bulan pidana kurungan.

Selain itu, terdakwa Wendy juga dijatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp10.776.000.000. Wendy disebut telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 Jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Namun dalam perjalanannya, Wendy mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Kaltim. Hingga perkara banding ini dipimpin Jamaluddin Samosir bersama Soehartono dan Masdu, memutuskan Wendy bebas dari segala tuntutan hukum, dan itu teregistrasi dengan nomor 2/PID.SUS-TPK/2024/PT SMR yang dibacakan pada 18 Maret 2024.

(tim redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
Beritakriminal