VONIS.ID - Kebijakan Pemrintah melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta produk minyak goreng dinilai langkah cukup berani.
Sebagimana diketahui kebijakan tersbut mulai diberlakukan mulai Kamis (28/4/2022).
Terkait kebijakan ini, Kepala Disperindagkop dan UKM Kaltim, HM Yadi Robyan Noor turut angkat bicara.
Roby menilai Kebijakan ini dinilai akan berdampak pada nilai ekspor di Kaltim.
Pasalnya kata dia sawit jadi komoditi ekspor terbesar bagi Kaltim.
"Kalau Kaltim termasuk terbesar ya sawit kemarin, karena ada kenaikan 145 persen," kata Roby, Rabu (27/4/2022).
Diketahui, secara keseluruhan jumlah ekspor komoditas pertanian dari Kalimantan Timur pada 2021 mencapai 144.800 ton dengan nilai Rp903,1 miliar.
Komoditas pertanian didominasi komoditas kelapa sawit dan produk olahannya seperti RBD Palm Olein, RBD Palm Stearin, minyak sawit, ampas sawit, dan palm kernell expeller dengan total nilai Rp740,1 miliar.
Roby mengatakan perlu mempertimbangkan dampak dari kebijakan penghentian ekspor sawit.
"Memang agak ekstrem keputusan dari pusat, jadi ya kita tunggu saja tanggal mainnya. Artinya pada saat aturan itu diberlakukan dampaknya apa," pungkasnya.
Pasalnya, pada pelaksanaan Permendag Nomor 3, yang diberlakukannya sawit satu harga, DMO dipotong 20 persen.
"Diberlakukan seminggu saja negara sudah rugi triliunan rupiah," tegasnya.
Kendati demikian ia berharap pemerintah pusat telah mempertimbangkan dengan matang dampak dengan dari kebijakan tersebut
"Intinya Kaltim mengharap, apapun kebijakan pusat, mudah-mudahan dampaknya sudah diperhitungkan," sambungnya.
Roby pun menegaskan Kaltim selalu siap menjalankan kebijakan dari pemerintah pusat.
(Advertorial)