Sejak saat itu, relasi keduanya pun terjalin mapan hingga berabad-abad.
Kyiv jadi bagian tak terpisahkan dari kekristenan Ortodoks Rusia.
Namun, ketika konsep 'negara-bangsa' terbentuk, hubungan keduanya lantas tak lagi sama, terlebih ketika Uni Soviet bubar pada 1991.
Setelah hancurnya negara komunis itu, Kyiv kemudian jadi ibu kota Ukraina.
Pada saat bersamaan, mereka juga menulis sejarah versi mereka sendiri yang menurut Putin dalam esainya telah memojokkan Rusia atau Uni Soviet dengan menganggap episode sejarah bersamanya sebagai pendudukan.
Kemunculan berbagai sentimen dari elite kedua negara dan pihak eksternal lantas mendorong munculnya persaingan yang tidak terhindarkan dan tidak dapat dijaga oleh perasaan spiritual semata. Puncaknya terjadi pada 2019.
Mengutip tulisan Giles Fraser di LSE, pada tahun tersebut Gereja Ortodoks Ukraina yang sudah mengejar otonomi sejak lama, telah menyatakan kemerdekaannya dari Gereja Ortodoks Rusia, sekaligus tidak lagi bersekutu dengan anggota keluarga Ortodoks lainnya.
Menyikapi hal ini, Gereja Ortodoks Rusia marah dan menolak klaim kemerdekaan ini.
Mengutip tulisan "Russia's war on Ukraine: The religious dimension", dari sinilah terjadi perpecahan bersejarah dalam keluarga Ortodoks yang menjelma lebih dari persoalan spiritual semata.