VONIS.ID - Usai viral video Ismail Bolong akan setoran tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim), beredar lagi adanya dokumen yang berkaitan dengan tambang ilegal itu.
Dalam surat yang didapatkan tim redaksi itu tertulis surat dengan nama Divisi Profesi dan Pengamanan di bagian atas surat.
Surat itu, ditujukan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta dan ditandatangani Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri yang masih dijabat Ferdy Sambo.
Dalam surat, diungkap bahwa sebelumnya Divisi Propam Polri telah melaksanakan penyelidikan penambahan batu bara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur.
Diduga, aktivitas pertambangan ilegal ini dibekingi serta dikoordinir oleh oknum anggota Polri dan Pejabat Utama Polda Kaltim.
Yang mencenangkan, berdasarkan dokumen itu, jumlah penambang batubara ilegal, bukan cuma satu, melainkan ada beberapa.
Terinci yakni sosok berinisial H, sosok N, sosok A, sosok C, sosok S, sosok N serta beberapa nama lain.
Tertera pula nama Ismail Bolong dalam dokumen tersebut.
Dari laporan penyelidikan itu pula, diungkap bahwa penambagan batu bara ilegal itu dijual kepada sosok TP dan L, yang tertulis diduga memiliki kedekatan dengan PJU Polda Kaltim.
Diketahui, nomor surat tersebut adalah R/1253/IV/WAS.2.4./2022/ Divpropam tertanggal 7 April 2022.
Dalam dokumen itu, juga terdapat nama Komjen Pol Agus Andrianto, pada poin-poin kesimpulan.
Tim redaksi masih coba lakukan konfirmasi kepada pihak Polda Kaltim berkaitan dengan beredarnya dokumen tersebut.
Disinggung ada 'perang bintang'
Respon diberikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Repson tersebut menyinggung indikasi terjadinya perang bintang di tubuh Polri.
Hal ini disampaikan Mahfud sehubungan dengan beredarnya nama Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto dalam isu setoran tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Isu setoran tambang ini diembuskan oleh mantan personel kepolisian bernama Ismail Bolong yang beredar di media sosial.
Menurut Mahfud, isu perang bintang di tubuh Polri harus segera dihentikan.
”Isu ’perang bintang’ terus menyeruak. Dalam ’perang’ ini, para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengakar masalahnya,” kata Mahfud melalui Whatsapp, Minggu (6/11/2022), dikutip dari Kompas.id.
Mahfud mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri pernyataan Ismail Bolong, meski belakangan dirinya mengklarifikasi pernyataannya karena saat membuat video tersebut tengah menghadapi tekanan dari Hendra Kurniawan.
Adapun Hendra Kurniawan yang dimaksud yakni mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), salah satu terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice penanganan perkara kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
“Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain,” terang dia.
Mahfud menilai, terdapat keanehan dalam klarifikasi Ismail Bolong. Hal ini terjadi karena Ismail Bolong tiba-tiba meminta pensiun dini dari Polri, tepatnya tidak lama usai membuat video bersama Hendra.
Pensiun dini Ismail Bolong terkonfirmasi melalui surat Pemberhentian Dengan Hormat dari Dinas Polri Nomor kep/308/IV/2022 yang ditandatangani Kapolda Kalimantan Timur Irjen Imam Sugianto pada 29 April 2022.
”Katanya sih, waktu membuatnya Februari 2022 atas tekanan Hendra Kurniawan. Kemudian, Juni, dia minta pensiun dini dan dinyatakan pensiun per 1 Juli 2022. Aneh, ya. Namun, isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya,” imbuh Mahfud.
Diberitakan, nama Ismail Bolong mendadak mencuat ke hadapan publik setelah video pengakuannya sebagai pengepul batu bara ilegal di Kalimantan Timur viral di media sosial dan WhatsApp.
Ismail, dalam video yang beredar, mengaku menyetor uang ke seorang perwira tinggi Polri sebesar Rp 6 miliar.
Ismail Bolong yang juga mengeklaim merupakan anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim itu menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.
Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal, Ismail Bolong mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar setiap bulannya.
Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yusuf Sutejo mengatakan bahwa secara pribadi dirinya baru mengetahui video tersebut melalui media sosial.
Namun video tersebut tengah didalami oleh jajarannya, termasuk soal setoran uang miliaran ke seorang perwira petinggi Polri.
“Saya tahunya dari media sosial. Terkait video itu masih kami dalami semuanya,” ujarnya pada Sabtu (5/11/2022).
(redaksi)