VONIS.ID, SAMARINDA - Babak akhir persidangan mantan Dirut PT MGRM, terdakwa Iwan Ratman kembali ditunda pada Senin (8/11/2021) hari ini.
Sejatinya, pada hari ini, Iwan Ratman memasuki putusan hukum alias vonis majelis hakim setelah serangkaian sidang.
Penundaan sidang pada hari ini juga turut dikonfirmasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq saat dikonfirmasi sore tadi.
"Iya ditunda besok," singkat Rofiq saat dikonfirmasi.
Saat ditanya lebih jauh mengenai alasan Penundaan, Rofiq hanya menjawab jika tidak ada alasan khusus seperti yang biasanya terjadi.
"Engga ada. Intinya ditunda besok," timpal Rofiq.
Untuk diketahui, perusahaan daerah milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) terakhir menjalani persidangannya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, pada Senin (1/11/2021) lalu.
Persidangan tersebut beragendakan pembacaan pledoi. Nota pembelaan 157 lembar milik Iwan Ratman dibacakan secara bergantian oleh tiga kuasa hukumnya.
Point didalam pembelaan Iwan Ratman di antaranya, menyatakan bahwa dana PT MGRM sebesar Rp50 miliar yang dialirkan ke PT Petro TNC Internasional itu bukanlah milik negara.
Melainkan dana perusahaan hasil dari pembagian Deviden atau PI. Lalu menyatakan, bahwa rencana maupun pembelian saham PT Petro Indo Tank, guna membangun tangki timbun dan terminal BBM di Samboja telah diketahui oleh komisaris.
Kemudian turut menyatakan bahwa proyek pembangunan tangki timbun dan BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon bukanlah proyek fiktif.
Dengan alasan, bahwa rencana pembangunan telah dilaksanakan bahkan ditandai berupa peletakan batu pertama dari Gubernur Kaltim.
Dalam agenda pekan lalu itu, JPU Rofiq pembelaan terdakwa bertolak belakang dengan fakta persidangan.
"Hal itu harus ditindaklanjuti lagi didalam RKAP dan mendapatkan persetujuan didalam RUPS," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, mantan pimpinan perusda milik Pemkab Kukar tersebut, dituntut JPU dengan hukuman pidana 18 tahun kurungan penjara.
Tuntutan yang dijatuhkan tersebut berdasarkan fakta dari serangkaian agenda persidangan sebelumnya.
Terdakwa Iwan Ratman dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi.
Dugaan korupsi tersebut, terkait pengalihan dana sebesar Rp50 Miliar ke PT Petro TNC Internasional, dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.
Sedangkan Iwan Ratman sendiri merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro TNC International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian yang diderita negara itu, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Sebelum menjatuhkan tuntutan, Zaenurofiq menjelaskan perihal PT MGRM yang dibentuk Pemkab Kukar melalui Peraturan Daerah (Perda) 12/2017.
Pemkab Kukar kemudian membentuk Perda 12/2018 untuk menyalurkan penyertaan modal ke badan usaha di sektor migas tersebut.
Modal awal membangun PT MGRM ini diketahui menghabiskan biaya sebesar Rp5 miliar. Selanjutnya dibagi atas kepemilikan saham.
Diketahui Pemkab Kukar menjadi pemilik saham mayoritas. Dengan nilai sahamnya 99 persen. Pemkab Kukar setor modal awal sebesar Rp4,95 miliar.
Sedangkan Perusda Tunggang Parangan dengan nilai saham 0,6 persen atau Rp30 juta. Lalu Perusda Kelistrikan dan Sumber Daya Energi (KSDE) senilai 0,4 persen atau Rp20 juta. Tujuan dibentuknya PT MGRM oleh Pemkab Kukar ini untuk mengelola dividen 33,5 persen jatah Pemkab Kukar dari PI 10 persen Blok Mahakam.
Terdakwa yang diangkat menjadi direktur, menjalankan tugasnya mengelola dividen pada 2018-2019.
Iwan Ratman lalu menggandeng PT Petro TNC International, perusahaan yang 80 persen sahamnya dia miliki.
Kerja sama antara PT MGRM dengan PT Petro TNC International itu guna membangun proyek tangki timbun dan terminal BBM yang dimaksud.
Dalam kerja sama itu, PT Petro TNC International bertugas mencari investor hingga rekanan yang mengerjakan proyek tangki timbun dan terminal BBM dengan total nilai Rp 600 miliar.
Kerja sama ini berlaku 18 bulan sejak disepakati pada 15 April 2019. Namun hingga batas waktu kesepakatan berakhir, proyek itu tak pernah terwujud.
Kerja sama diadendum, proyek pun menggemuk. Semula hanya disepakati pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja.
Dalam adendum justru bertambah dua lokasi, Cirebon dan Balikpapan. Begitu pun dengan nilai kerja sama, dari Rp600 miliar menjadi Rp1,8 triliun.
Lewat perubahan itu, terdakwa selaku komisaris membuat anak usaha dari PT Petro TNC International, yakni PT Petro TNC Indotank yang nantinya jadi perusahaan gabungan untuk proyek tersebut.
Terdakwa Iwan Ratman kembali jadi komisaris dalam anak usaha ini.
Kepemilikan saham terbagi dua, Exim Finance Dubai UAE sebesar 70 persen. Sementara PT Petro TNC International memiliki saham 30 persen yang di dalamnya terdapat 10 persen milik PT MGRM yang dibeli kepemilikannya senilai Rp50 miliar.
Dari pembelian itu, PT MGRM dijanjikan mendapat hibah senilai Rp130 miliar dan dividen rata-rata per tahunnya sebesar Rp184 miliar.
Ditambah lagi, PT MGRM juga berhak mengelola fasilitas proyek nantinya.
Namun penyetoran pembelian saham itu hanya akal-akalan terdakwa Iwan Ratman untuk dapat menilap uang tersebut.
Bahkan didalam fakta persidangan, disebutkan bahwa penyetoran sebesar Rp10 miliar ke PT TNC Internasional dengan dalih peminjaman, tanpa sepengetahuan komisaris Ataupah pemegang saham.
Begitu pula dengan aliran dana sebesar Rp40 miliar secara bertahap untuk pembelian saham PT Indo Tank.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum.
Meminta agar majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Iwan Ratman, berupa hukuman pidana selama 18 tahun penjara.
Serta dijatuhi hukuman tambahan denda sebesar Rp500 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayar maka maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan penjara.
Kemudian menetapkan agar terdakwa Iwan Ratman dapat membayar uang pengganti sebesar Rp50 miliar. Paling lama dalam waktu satu bulan setelah memperoleh putusan pengadilan.
Apabila uang pengganti tak dibayar, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan penjara. (tim redaksi)