VONIS.ID - Hubungan Jerman dan China memanas.
Ini terkait upaya melepaskan ketergantungan Berlin dari Beijing.
Pemerintah Kanselir Olaf Scholz mendesak perusahaan di negeri itu untuk "menghilangkan risiko" karena China.
Hal ini kemudian dipertegas dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock.
"Bagi Jerman, China tetap menjadi mitra, pesaing, saingan sistemik. Tetapi aspek persaingan sistemik telah menjadi semakin menonjol dalam beberapa tahun terakhir," ucap Annalena Baerbock, dikutip dari CNBC.
Sementara itu, ketergantungan sejumlah negara Eropa mulai menurun ke China, tapi Jerman sebaliknya.
Ketergantungan dengan negara Tirai Bambu itu jadi makin penting bagi Jerman dalam beberapa tahun terakhir.
China adalah mitra dagang tunggal terbesar Jerman.
Pada tahun 2022, impor Jerman dari China naik 33,6% dari tahun lalu menjadi 191,1 miliar euro sementara ekspor Jerman ke China hanya naik 3,1% menjadi 106,8 miliar euro.
Padahal sebuah laporan badan intelijen Jerman disebut bagaimana China menjadi ancaman terbesar.
Ini terkait spionase ekonomi dan ilmiah serta investasi asing langsung di Jerman.
China diyakini bisa bertindak melawan kepentingan Jerman dan menempatkan keamanan internasional di bawah tekanan.
Dan belum lama ini, China memberlakukan pembatasan ekspor pada dua logam pembuat chip utama, yang kemudian dijadikan peringatan bagi Eropa dan AS.
Ini kaitannya dengan perang teknologi atas chip berteknologi tinggi.
Hal ini kemudian mendapat reaksi keras dari Beijing.
Pemerintah Xi Jinping menyatakan, pernyataan itu akan merusak kerja sama dan kepercayaan.
China mengatakan, Jerman memandang negerinya sebagai pesaing dan saingan sistemik tidak sejalan dengan fakta objektif atau dengan kepentingan bersama kedua negara.
"Banyak tantangan dan masalah yang dihadapi Jerman saat ini bukan disebabkan oleh China. China adalah mitra Jerman dalam menghadapi tantangan, bukan lawannya," tulis keterangan Kedutaan besar China di Jerman.
(redaksi)