Jumat, 3 Mei 2024

Kalangan Akademis KIKA Bikin Diskusi Terkait Pertambangan, Beber lebih Banyak Mudharat yang Muncul Daripada Manfaat

Senin, 28 Februari 2022 20:46

KOLASE - Kolase ilustrasi pertambangan dan diskusi yang digelar KIKA/ Kolase oleh VONIS.ID

VONIS.ID - Pada Senin (28/2/2022), Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) menggelar Launching KIKA Chapter Kaltim.

Launching juga dirangkai dengan diskusi "Tanggung Jawab Moral Kaum Intelektual Terhadap Kejahatan Tambang Ilegal" secara virtual.

Turut hadir narasumber pada diskusi kali ini yakni Haris Retno Susmiyati dari IKA Kaltim/Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Abdil Mughis Mudhoffir dari KIKA/Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Pradarma Rupang dinamistaror Jatam Kaltim, serta Suhardi, warga korban tambang ilegal.

Haris Retno Susmiyati dari IKA Kaltim/Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), mengatakan Kalimantan Timur sebagai daerah yang identik dengan potensi SDA, dan pertambangan, menyoroti kegiatan pertambangan yang ilegal.

"Aktivitas tambang sangat membawa dampak bagi masyarakat sekitar, bencana banjir, longsor, kerusakan jalan, dan akibat lain pasca aktivitas tambang," kata Haris Retno Susmiyati.

Menurutnya tidak hanya soal tambang legal yang tidak punya masalah, tapi situasi tambang ilegal juga menjadi tanggung jawab kaum intelektual. Pihaknya mendorong peran-peran yang tidak berjalan ketika ada satu institusi pemerintah yang tidak menjalankan dengan baik.

"Ini tanggung jawab kaum intelektual untuk melakukan responsif, apalagi ini berdampak besar bagi masyarakat. Di dalam Undang Undang diatur tegas jadi tidak ada hambatan hukum menjadi dalih untuk melakukan tindakan yang sudah sangat jelas bahwa tambang yang tidak punya izin itu sanksi kejahatan di bidang pertambangan dan lingkungan," katanya.

Diketahui terdapat 163 titik tambang ilegal di Kaltim, 20 titik di Samarinda, termasuk pula lahan laboratorioun Unmul juga tidak luput dari aktivitas tambang ilegal.

"Kalau bicara situasi 44% kawasan di Kaltim sudah dialokasikan untuk pertambangan, bisa diperediksi tambang ilegal ini berada di konsesi tambang resmi, bahwa hukum pertambangan adanya tanggung jawab pemegang ijin IUP atau PKB2B. Ketika ditemukan lokasi tambang yang ada aktivitas ilegal yang berada di resmi bukan semata tanggung jawab tambang ilegal saja tapi yang resmi juga, dampaknya luar biasa kerusakan lingkungan, maupun konflik sosial," ujarnya.

Menurutnya para penegak hukum berlindung pada aturan yang ada, terutama pada kewenangan pusat yang menyebabkan seolah pemerintah daerah menganggap tidak lagi mempunyai kewenangan mengambil tidakan tegas.

Di beberapa kawasan seolah pemerintah daerah tidak berkutik terhadap tambang ilegal ini, namun berbeda dengan Kota Balikpapan, yang secara tegas menghentikan tamabang batu bara ilegal beberapa waktu lalu.

"Menurut saya ini ada konspirasi jahat, aparat pemerintah yang melakukan pembiaran masyarakat tidak dilindungi oleh negara, perampokan SDA, kerusakan lingkungan, kerugian rakyat, tapi tak ada tindakan tegas dari pemerintah," ujarnya.

Sementara itu, Abdil Mughis Mudhoffir dari KIKA Sosiolog UNJ, mengatakan ada banyak kegiatan ekomomi pembangunan yang melakukan adanya land grabbubg yang didahului perampasan tanah yang menghasilkan kekerasan atau konflik agraria.

"Proses pembangunan infrastruktur tambang sebagain besar untuk sekedar memfasilitasi kepentingan orang-orang yang di dalamnya, perampasan tanah, otoritas politik birokrasi yamg menguasai kekuasaan politik yang bisa mengontrol otoritas publik yang mengeluarkan ijin," kata Mughis.

Mekanismennya perampasan lahan di dalam hasil penelitian fokus pada mekanisme disorder atau kekacauan, dan hegemoni peran intelektual. Kekacauan hukum, tumpang tindih aturan, tumpang tindih lahan, manipulasi hukum, dan penggunaan kekerasan dan represi.

"Berakibat pada konflik agraria yang terus meningkat, masyarakat adat yang tidak berusaha mengklaim tanah leluhur mereka itu selalu dihadapkan ketidak pastian yang tidak memiliki batasan dan bisa dimainkan," katanya.

Mekanisme hegemoni menempatkan peran intelektual di dalam Universitas atau di luar Universitas untuk menyediakan legitimasi justifikasi ilmiah, naskah akademi peraturan, perundang-undangan, penyusunan amdal, saksi ahli dalam persidangan.

"Ini problem yang kita dapati saat ini, tentu konter hegenomi menjadi instrumen kejahatan ekonomi atau kekuasaan politik memberi justifikasi, kita membangun critical mash terhadap konter hegenomi dengan pendampingan korban kekerasan pembangunan, konter justrifikasi ilmiah, membangun kesadaran publik," katanya.

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal