VONIS.ID - Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) bertemu Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum disingkat (Jampidum) Fadil Zumhana, Kamis (9/12/2021).
KASUM berharap agar Kejaksaan Agung RI tidak melihat kasus rajapati Munir Said Thalib pada 2004 silam sebagai pembunuhan biasa.
Perwakilan Kasum, Teo Reffelsen menilai cara pandang tersebut perlu dimiliki Kejagung apabila serius ingin menindaklanjuti kasus tersebut.
Sebab, menjadi penting di lakukan agar aktor utama di balik kematian Munir dapat terungkap.
Terlebih fakta-fakta dalam persidangan dan hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) sebelumnya menunjukkan adanya keterlibatan negara dalam kasus ini.
"Kejaksaan tidak boleh berkelit dengan dalih tidak bisa melakukan upaya hukum atas dasar alasan yuridis normatif," Kata Teo, Kamis (9/12).
KASUM Berharap Kejaksaan Lakukan PK
Kasum berharap Kejagung tidak lagi menggunakan pendekatan penegakan hukum yang bersifat formil semata.
Bukan hanya itu, bahkan KASUM turut meminta Kejaksaan Agung bisa mencari celah hukum yang kemudian bisa dilakukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus kematian Munir.
Apalagi dalam Undang-undang (UU) Kejaksaan yang baru Jaksa sudah diberikan kewenangan untuk kembali mengajukan PK.
Karenanya ia menilai dalih Kejagung yang tidak mau mengajukan PK karena ada putusan MK menjadi kontraproduktif.
"Kalo memang di UU Kejaksaan ada Hak PK, ya sekalian tunjukkan dengan mengajukan PK terhadap Muchdi Pr. Untuk membuktikan bahwa dalam kasus tertentu Jaksa butuh PK," terangnya dikutip dari cnnindonesia.com.
Pemerintah Wajib Ungkap Aktor Intelektual Kasus Kematian Munir
Kasum juga menilai pemerintah wajib mengungkap aktor-aktor intelektual dalam kasus kematian Munir sebagai tanggung jawab kepada publik dan juga hukum sebagai langkah pemenuhan hak-hak asasi manusia bagi korban.
Dilansir dari cnnindonesia.com, KASUM bersama dengan Suciwati yang merupakan istri mendiang Munir sebelumnya telah menyerahkan sejumlah bukti baru terkait kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib kepada Kejagung.
Salah satu bukti tersebut terkait putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang dikeluarkan pada 2012.
Ia menjelaskan, saat itu KASUM sudah mengajukan gugatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan itu terkait surat pengangkatan Pollycarpus Budihari Priyanto, mantan terpidana pembunuhan Munir, oleh Badan Intelijen Negara (BIN).
Selain itu juga terkait surat tugas Muchdi PR, mantan Deputi V BI, yang menurut Suciwati, Muchdi mengaku memang ditugaskan BIN ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Mengenang Kasus Kematian Munir
Sebagai informasi, 17 tahun lalu yakni tepatnya pada 7 September 2004, Munir dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan ke Amsterdam, Belanda.
Sejumlah orang sudah diproses hukum, termasuk mendiang Pollycarpus Budihari Prijanto.
Namun banyak pihak yang menilai pengusutan kasus belum tuntas lantaran aktor intelektual belum diproses.
Misalnya, mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono.
Sementara saat ini, kasus pembunuhan Munir yang terjadi pada 2004 silam terancam kedaluwarsa. Sebab berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana hapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana.
Pada 7 September 2021, Suciwati ditemani sejumlah pihak kembali mendesak pembunuhan Munir itu menjadi kasus HAM berat agar pengusutanya tak mengenal masa kedaluwarsa.
Berdasarkan hal itu, Komnas HAM pun membentuk tim pemantauan dan penyelidikan.
Tim itu diketuai oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara dengan anggota M Choirul Anam dan Sandrayati Moniaga. (redaksi)