VONIS.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana melakukan penyelidikan atas dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China.
Kasus tersebut diduga telah terjadi sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022.
Namun, lembaga antirasuah itu ingin melihat lebih dahulu apakah ada dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelundupan itu.
"Rencana sih tentu ada, tapi, kita sebelum penyelidikan itu ada tahap di mana kita pendalaman dulu, mengumpulkan informasi dulu. Kemarin baru pendalaman, ya informasinya," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, dikutip dari Tribunnews.com.
Jenderal polisi bintang satu itu menyatakan, sebelum penyelidikan dimulai, KPK akan berusaha mencari dan mengamankan dokumen-dokumen terkait.
Setelah dokumen ditemukan, KPK tinggal mencari minimal dua alat bukti dugaan pidana dalam penyelundupan tersebut.
"Karena kita harus yakin bahwa memang source, dokumen harus ada, dokumen-dokumen bahan-bahan keterangan itu harus ada," jelasnya.
Sebelumnya, KPK menyatakan sedang berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan ihwal dugaan ekspor ilegal 5,3 juta bijih nikel ke China
Koordinasi dilakukan untuk mengetahui detail mengenai kegiatan ekspor yang diduga ilegal tersebut.
"Sedang dikoordinasikan dengan Bea Cukai. Secara teknis apakah nikel yang dimaksud kategorinya sama atau beda," ungkap Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.
Pahala mengatakan, KPK kini tengah memeriksa nomor HS atau Harmonized System terkait ekspor bijih nikel tersebut.
Harmonized System adalah daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya.
Selain itu, KPK saat ini juga sedang melakukan klarifikasi teknis soal temuan tersebut dan melakukan perbaikan pada platform Simbara atau Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara.
Kasus ini mencuat setelah KPK mengungkap adanya dugaan ekspor ilegal bijih nikel ke China.
Jumlah ekspor diperkirakan mencapai 5,3 juta ton selama 2020-2022.
Temuan tersebut didasarkan atas perhitungan selisih jumlah ekspor biji nikel dari Indonesia ke China.
Ekspor bahan baku tambang tersebut diketahui melanggar perintah Presiden Joko Widodo.
Sebab sebelumnya, Jokowi telah melarang ekspor nikel sejak 1 Januari 2020.
Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11/2019.
(redaksi)