VONIS.ID - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kaltim, bergerak untuk melakukan PCR terhadap hewan ternak yang tersebar di Berau dan Kutim.
Hal ini dilakukan merespon wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) terdeteksi di Kaltim.
Saat ini sedikitnya lima ekor sapi di Kaltim, terindikasi terkena wabah PMK.
Kepala DPKH Kaltim Munawar mengatakan, dari hasil pemeriksaan laboratorium di Banjar Baru, satu ekor sapi di Berau negatif wabah PMK.
"Hasil yang ada di Berau kemarin, hasil terakhir dengan gejala klinis yang kita temukan negatif. Hasil dikeluarkan resmi oleh laboratorium di Banjar Baru," kata Munawar, Senin (4/7/2022).
Selain itu, hasil negatif juga diterbitkan untuk empat ekor hewan ternak di Kutai Timur.
Munawar mengungkap, pada pemeriksaan PCR pertama, empat sapi di Kutim, sempat dinyatakan positif penyakit mulut dan kuku.
Namun setelah dilakukan PCR kedua, hasilnya menunjukan empat ekor sapi tersebut dinyatakan negatif PMK.
"Hasil di daerah Kutim, ada indikasi empat ekor gejala menjurus ke PMK hasil PCR pertama. Sementara hasil PCR kedua dikaji ulang, hasilnya negatif," jelasnya.
Ia pun menegaskan saat ini Kaltim masih dalam status zona hijau dari kasus PMK.
"Alhamdullilah, Kaltim masih hijau dari kasus PMK hewan ternak," ujarnya.
Merebaknya kasus PMK di Indonesia, diakui Munawar tidak berdampak pada pembelian sapi potong.
Terlebih saat ini umat muslim bersiap melaksanakan lebaran Iduladha.
Hanya saja wabah PMK ini akan berdampak pada kenaikan harga sapi potong.
"Harga tentunya kenapa ada kenaikan, tapi masih tahap wajar. Karena di daerah pengiriman non wabah ada tiga provinsi mendapatkan beban biaya, seperti biaya karantina 14 hari di daerah asal dan 14 hari di daerah tujuan," pungkasnya. (ADV/ Kominfo Kaltim)