Jumat, 22 November 2024

Berita Nasional Trending

Perjalanan Panji Gumilang, Hidup Penuh Kontroversi dan Kini Mendekam di Penjara

Rabu, 2 Agustus 2023 10:39

ILUSTRASI - Pendiri Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang. / Foto: Istimewa.

VONIS.ID - Sosok Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun membuat gaduh Indonesia, yang bersiap menyambut pesta demokrasi Pilpres 2024.

Setelah menjalani berbagai proses pemeriksaan, Bareskrim Polri menetapkan pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang sebagai tersangka di kasus dugaan penistaan agama.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dalam gelar perkara yang dilakukan usai memeriksa Panji selama sekitar 4 jam, dari pukul 15.00 sampai 19.00 WIB, Selasa (1/8/2023).

"Hasil dalam proses gelar perkara semua menyatakan sepakat untuk menaikkan saudara Panji Gumilang menjadi tersangka," ucap Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Purodalam, dikutip dari CNN Indonesia.

Dalam perkara ini, sebelumnya penyidik juga telah memeriksa 38 saksi dan 16 saksi ahli. 

Berbagai alat bukti pendukung mulai dari hasil uji labfor hingga fatwa MUI juga telah dikantongi.

Panji dijerat Pasal 156 A tentang penistaan agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Di sisi lain, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus kini juga mulai menyelidiki dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penyalahgunaan uang zakat yang diduga dilakukan Panji.

Lalu, siapa sebenarnya Panji Gumilang?

Dialah putra petani H Rosjidi yang lahir di Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada 27 Juli 1946. 

Ayah Panji merupakan kepala desa yang cukup disegani di desanya. 

Sementara kakeknya, H. Abdur Rahman, adalah orang kaya se-Kecamatan Dukun.

Abdus Salam kecil menempuh sekolah rakyat di pagi hari dan siangnya melanjutkan mondok di Ihyaul Ulum, Gresik. 

Panji kemudian mengenyam pendidikan sekolah menengah atas di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo pada 1961.

Lalu, melanjutkan studinya di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1967, mengikuti jejak dua seniornya di Gontor; Nurcholis Madjid alias Cak Nur dan Abdullah Syukri Zarkasyi, putra salah satu pendiri Gontor. 

Keduanya merupakan pentolan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat itu.

Panji terlibat aktif di HMI Cabang Ciputat. 

Di sana dia menjadi Ketua Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI) pada akhir dekade 1960-an, saat Cak Nur menjabat Ketua Umum PB HMI.

Dia belajar di IAIN hingga 1969. 

Panji kemudian hijrah ke Pandeglang, Banten, mengajar di Perguruan Matla'ul Anwar Menes. 

Di sana dia menikah dengan anak kiai perguruan tersebut pada 1970. 

Nama Panji Gumilang adalah pemberian dari kiai Banten itu.

Di kota itu pula Abu Toto, nama lainnya, terlibat aktif di Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan menjadi Ketua Cabang Pandeglang. 

Enam bulan sebelum Sidang MPR 1978, dia dituduh terlibat peledakan bom molotov karena memprotes masuknya aliran kepercayaan ke dalam GBHN. 

Panji meringkuk di tahanan Pelaksana Khusus Daerah (Laksusda) Kopkamtib di Bandung.

Di masa inilah Panji disebut mulai terlibat gerakan NII. 

Eks Ketua Umum PP GPI Abdul Qadir Djaelani menyebutnya sebagai Ketua NII KW 9 Wilayah Banten. 

Namun Panji membantah hal ini.

Era 1980-an, pemerintah gencar melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh Islam. 

Saat itu, Panji disebut kerap mengunjungi Adah Djaelani, bekas pemimpin NII, yang tengah mendekam di Penjara Cipinang Jakarta.

Pada 1982-1989, Panji pernah mendapat tugas dari M. Natsir, tokoh pendiri Masyumi, sebagai petugas Rabithah Alam al-Islami bagian Da'wah. 

Di periode yang sama, Panji menjabat sebagai presiden Perhimpunan Keluarga Besar Indonesia Sabah Malaysia (PERKISA). 

Beberapa tahun kemudian, Panji meminta izin ke Natsir untuk kembali ke Tanah Air karena ingin membangun pesantren.

Panji mulai merintis pembangunan Ma'had Al-Zaytun melalui Yayasan Pesantren Indonesia pada 1993. 

Namun pembukaan awal pembelajaran dilaksanakan pada 1 Juli 1999.

Seiring waktu, pesantren itu kemudian didapuk sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara. 

Lokasinya berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Luas areanya lebih dari 1.200 hektare. 

Sebanyak 200 ha di antaranya disediakan bagi sarana pendidikan seperti gedung pembelajaran, gedung asrama, masjid, tempat olahraga, dan sarana lainnya.

Merujuk situs resmi Al-Zaytun, proses pendidikan di sana dijalankan dengan sistem pendidikan satu pipa (One Pipe Education System), yakni sistem pendidikan yang berkelanjutan dari usia dini hingga perguruan tinggi.

Di lingkungan ponpes terpajang moto Al-Zaytun: Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Budaya Perdamaian Menuju Masyarakat Sehat, Cerdas, dan Manusiawi.

Di kemudian hari, senior Panji, Abdullah Syukri Zarkasyi memimpin Gontor. 

Dia melarang seluruh keluarga Ponpes Gontor datang ke Al-Zaytun. 

Syukri merasa ada yang tidak benar dengan pondok yang didirikan oleh Panji, khususnya terkait sumber dana Al-Zaytun.

Al-Zaytun memiliki sejumlah aset ekonomi. 

Beberapa di antaranya galangan kapal, pembangunan dermaga khusus, serta bisnis perikanan. 

Namun belakangan galangan kapal ini disegel Pemkab Indramayu terkait perizinan.

Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap Panji Gumilang memiliki 256 rekening bank yang masih aktif. 

Sementara Al-Zaytun sendiri memiliki 30 rekening. 

Menurutnya, masalah keuangan Al-Zaytun menjadi subtansi hukum yang akan didalami.

Terkait tuduhan ajaran sesat Al Zaytun, Panji dituding sebagai penganut aliran Isa Bugis. 

Aliran ini menganggap bahwa komunisme adalah bagian dari ajaran Islam, Karl Marx sebagai salah satu rasul Islam.

Menurutnya, Panji juga menganggap Nasakom serta Sukarno adalah mazhabnya.

Lalu, santri Al Zaytun diduga dan dikabarkan boleh berbuat zina asalkan sanggup membayar sejumlah uang ke pimpinan Al-Zaytun.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal