VONIS.ID - Sunat hukuman Pinangki Sirna Malasari menjadi 4 tahun pidana penjara pada tingkat banding kembali diperbincangkan.
Sebagaimana diketahui, Pinangki Sirna Malasari terbukti bersalah melakukan tiga tindak kejahatan yakni penerimaan suap dari Djoko Tjandra, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pemufakatan jahat.
Pinangki oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta divonis 10 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Tetapi pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun pidana penjara.
Hakim beralasan, terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Terkait hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menginisiasi kegiatan eksaminasi publik terhadap penanganan perkara Pinangki tersebut di Kejaksaan Agung dan putusannya.
Eksaminasi hukum ini tertuju pada tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“Jerat pidana itu bertolak belakang dengan kompleksitas kejahatan Pinangki yang melakukan tiga kejahatan sekaligus, mulai dari suap, pencucian uang, hingga permufakatan jahat. Ditambah lagi dengan sikap Kejaksaan yang tidak mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Senin (13/12).
Selain kejanggalan yang secara terang benderang diperlihatkan oleh Kejaksaan, kritik tajam dari masyarakat juga mengarah pada lembaga kekuasaan kehakiman.
Sebab hukuman Pinangki disunat menjadi 4 tahun pidana penjara pada tingkat banding.
Kurnia memandang, realita penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, mengalami kemunduran.
Buronan korupsi selama sebelas tahun, Joko Tjandra, diketahui menyuap sejumlah pihak agar terbebas dari proses hukum, salah satunya Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
“Praktik korupsi dengan bentuk tindak pidana suap itu dimaksudkan agar Pinangki mengurus permohonan fatwa dari Kejaksaan Agung ke Mahkamah Agung supaya eksekusi putusan Joko tidak bisa dilakukan oleh jaksa eksekutor,” kata Kurnia dikutip dari fajar.co.id.
Sebab, Korps Adhyaksa itu terkesan tidak serius untuk membongkar kejahatan yang dilakukan oleh Pinangki bersama dengan Joko, Anita Kolopaking, dan Andi Irfan Jaya.
“Padahal, jika dikembangkan, ada banyak oknum penegak hukum, politisi, dan pihak swasta yang dapat diminta pertanggungjawaban pidananya,” pungkasnya. (redaksi)