VONIS.ID - Uang kripto adalah mata uang virtual yang tengah populer, namun masyarakat perlu waspada, Jenderal polis telah mengendus potensi cryptocurrency jadi modus baru pendanaan teroris.
Hadirnya cryptocurrency alias kripto, menjadi ancaman bagi penegakan terorisme, lantaran bisa dijadikan modus baru untuk pendanaan teroris.
Hal ini diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT), meski dampak kripto sejauh ini masih belum terlihat ada kaitannya dengan kelompok teroris tertentu.
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengungkapkan saat ini pihaknya tengah mewaspadai potensi modus baru pendanaan teroris.
Selain penggunaan kripto, modus lain yang juga diwaspadai yakni memanfaatkan korporasi dan penjualan obat terlarang.
"Pendanaan menggunakan aset virtual, atau mungkin ramai hari ini yang dikenal dengan cryptocurrency, dan pendanaan pemanfaatan pinjaman online," kata Jenderal polisi bintang tiga ini di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (28/12/2021).
Dugaan itu, diwaspadai BNPT berdasarkan hasil analisa yang sejalan dengan temuan fakta di lapangan terkait modus-modus pendanaan yang dilakukan para kelompok teroris.
Ini terlihat dari gelagat membentuk suatu cara yang menyesuaikan aturan sehingga bisa dikatakan legal, seperti diantaranya membangun yayasan yayasan kemanusiaan, baitul mal, dan usaha legal lainnya.
"Jadi umumnya ini kegiatannya tercatat, bahkan ada yang memiliki izin namun dalam praktiknya terjadi penyimpangan.
Siapa yang melakukan penyimpangan itu adalah pengurus-pengurus terkait," ujarnya.
Seperti diketahui cara kerja kripto tidak seperti mata uang konvensional, yakni dollar AS atau Euro, atau bahkan rupiah.
Mata uang digital ini tidak dikontrol oleh otoritas sentral dari sisi nilai uang tersebut.
Otoritas mengontrol dan mengelola mata uang virtual ini sepenuhnya dipegang oleh pengguna mata uang kripto melalui internet.
Hal tersebut yang menjadi perhatian khusus BNPT untuk mengantisipasi adanya dugaan modus baru pendanaan kelompok teroris.
Sementara hingga kini, BNPT telah mencatat modus yang kerap dipakai kelompok terorisme melalui hasil 'Penilaian Risiko Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal Tahun 2021'.
Dari situ terdapat lima cara:
1. Pemanfaatan kotak amal dan sumbangan, dengan cover donasi sosial untuk menimbulkan simpati masyarakat
2. Penggalangan dana dengan cover bisnis-bisnis lokal, seperti, industri rumah tangga atau menjual makanan.
3. Penjualan aset pribadi
4. Crowdfunding oleh individu yang bekerja di luar negeri
5. Crowdfunding dengan memanfaatkan sosial media (online) seperti MLM atau skema Ponzi.
Kripto Sudah Diharamkan MUI
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi sudah mengharamkan penggunaan uang kripto atau cryptocurrency sebagai mata uang.
Fatwa hukum uang kripto adalah disahkan dalam Forum Ijtima Ulama se-Indonesia ke-VII.
Sebagai konsekuensinya, menurut MUI, uang kripto adalah juga tidak sah diperdagangkan.
Mata uang kripto adalah dinilai mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015.
"Terkait hukum cryptocurrency dari musyawarah yang sudah ditetapkan ada tiga diktum hukum.
Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh.
MUI punya alasan sendiri dalam mengharamkan uang kripto.
Salah satunya karena mata uang kripto adalah bersifar gharar yang memiliki sesuatu yang tidak pasti.
"Karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015," terang Asrorun.
Ia bilang, mata uang kripto adalah sebagai komoditas atau aset yang tidak memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan.
Syarat sil'ah secara syar’i, kata Asrorun, mencakup keberadaan wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
"Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan," ujar Asrorun.
(*)