VONIS.ID - Laksamana Yudo Margono akan dilantik sebagai Panglima TNI hari ini, Senin (19/12/2022).
Pelantikan Yudo Margono sebagai Panglima TNI akan dilakukan Presiden Joko Widodo.
Pelantikan ini menyusul Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang akan pensiun pada 21 Desember. Pelantikan ini pun telah direstui oleh DPR.
"Iya (Jokowi lantik Yudo)," kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dikutip dari CNN Indonesia, Senin (19/12/2022).
Bey tak menyebut jam dan lokasi pelantikan. Menurut informasi yang dihimpun, pelantikan Yudo sebagai Panglima TNI akan dilakukan di Istana Kepresidenan Jakarta pada pukul 11.30 WIB.
Yudo merupakan calon tunggal Panglima TNI baru pilihan Jokowi. Ia telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang digelar DPR RI pada pekan lalu.
Nama Yudo sebenarnya sudah muncul sebagai kandidat panglima saat Marsekal Hadi Tjahjanto akan pensiun tahun lalu. Namun, Jokowi lebih memilih Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa saat itu.
Yudo adalah lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1988. Pada awal karier, Yudo bergabung dengan KRI YNS dengan menjabat Asisten Perwira Divisi (Aspadiv) Senjata Artileri Rudal.
Setelah itu, Yudo memimpin sejumlah kapal perang milik TNI Angkatan Laut. Pada 2018, ia dipercaya menjadi Panglima Komando Armada I (Pangkoarmabar) yang memimpin TNI AL di Indonesia bagian barat.
Tahun berikutnya, Yudo menduduki jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I. Ia memimpin sejumlah operasi penanganan Covid-19 saaat itu.
Setelah itu, Yudo dilantik menjadi KSAL menggantikan Laksamana TNI Siwi Sukma Adji. Dia menjabat posisi tersebut sejak 2020 hingga saat ini.
PR Yudo Margono
Bakal menjadi Panglima TNI, ada sederet pekerjaan rumah yang harus diperhatian Yudo Margono.
Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti masa abdi Andika yang terbilang singkat juga bakal dialami Yudo, yang pensiun pada November 2023.
Atas dasar itu, ia menilai Yudo tak perlu harus merasa terbebani karena cukup menyesuaikan prioritas-prioritas dari pekerjaan-pekerjaan rumah yang ada, serta melanjutkan agenda-agenda yang sudah diawali Andika dan belum tuntas.
"Semisal dalam penanganan masalah Papua, pembangunan pertahanan Ibu Kota Negara (IKN), pemantapan interoperabilitas matra, maupun respons strategis atas potensi eskalasi di Utara dan Selatan perairan Indonesia," ujar Khairul, dilansir dari CNN Indonesia, Senin (28/11/2022).
Menurut Khairul, Indonesia membutuhkan sosok Panglima TNI yang kuat secara manajerial dan kemampuan berfikir strategis, mampu membangun komunikasi sosial termasuk dalam kerangka diplomasi pertahanan.
Di balik itu, Khairul juga menilai RI butuh panglima TNI yang low profile, terutama dalam hal-hal yang bersifat politis.
Pasalnya Yudo masih akan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar seperti isu dinamika lingkungan strategis, juga menyangkut pengembangan organisasi, soal moral, kompetensi dan kesejahteraan prajurit maupun modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista).
"Di sisi lain, juga harus tetap menjaga sinergitas dengan Polri dan lembaga-lembaga lain," kata Khairul.
Terpisah, Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan Panglima baru mesti memiliki sejumlah kemampuan.
"Ke depan kita harus siap memiliki Deterence Strategy (penangkalan) dalam hadapi perang. Bukan hanya perang Konvensional, tapi juga perang modern, perang nuklir, biologi dan kimia (nubika), dan perang siber," kata Nuning, sapaan akrabnya.
"Dari sudut pandang intelijen Badan Intelijen Strategis (BAIS), TNI juga harus meningkatkan sumber daya manusianya," tambah Nuning.
Nuning ikut menyoroti pelbagai masalah yang selama ini terjadi di wilayah Indonesia maupun di perbatasan.
"Panglima TNI baru dalam waktu singkat harus juga menangani Papua dan daerah perbatasan yang sarat konflik dengan baik," jelas Nuning.
Menurut Nuning, TNI setidaknya mesti memiliki kemampuan komunikasi antar budaya, mengingat banyaknya suku dan lembaga adat di Papua.
Selain itu, TNI di Papua dinilai juga harus piawai dalam membina hubungan dengan stakeholder, seperti pejabat daerah dan kepala suku.
"PR Panglima TNI juga di kawasan harus memiliki strategi hadapi AUKUS, fluktuasi di Laut Cina Selatan, adanya perang Rusia vs Ukraina yang merupakan perang multidimensi," imbuh dia.
Lain halnya dengan Khairul yang melihat masalah perbatasan dan konflik Papua sebagai masalah pemerintah.
TNI, terang dia, memang memiliki peran sebagai penegak kedaulatan dan penjaga keutuhan wilayah. Kendati demikian, patut digarisbawahi bahwa masalah tersebut bukan hanya berkaitan dengan isu kedaulatan dan keamanan, serta dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
"Menurut saya itu lebih tepat dikatakan sebagai masalah pemerintah. TNI hanya perlu memastikan kesiapannya mendukung dan mengawal agenda program kebijakan yang dirancang pemerintah di kawasan perbatasan maupun sebagai resolusi konflik di Papua," jelas Khairul.
"TNI bisa mengambil porsi penugasan lain dalam menunjang kinerja pemerintah untuk membangun Papua. Misalnya dengan memperkuat bidang intelijen, pengumpulan informasi dan penyebarluasan propaganda positif di Papua sehingga dapat apa yang diharapkan masyarakat lokal dapat selaras dengan kebijakan pemerintah," tambah dia.
(redaksi)