Jumat, 18 Oktober 2024

Alasan Pengadilan Tinggi Kaltim Vonis Bebas Direktur MJC, Kerugian Rp 10,7 Miliar Dinilai Status Piutang

Rabu, 29 Mei 2024 18:49

KANTOR PENGADILAN - Kantor Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Timur (Kaltim)

Di sana terdakwa Wendy memaparkan studi kelayakan dan potensi keuntungan dari kerja sama pembiayaan tersebut. Hazairin Adha, direktur utama PT MMPKT kala itu setuju hingga akhirnya diberilah pinjaman modal ke MMPH.

Kesepakatan tertulis dibuat pada September 2014. Uang dari kas MMPKT yang notabene penyertaan modal dari Pemprov Kaltim digelontorkan bertahap. Sebanyak tiga kali.

Pertama pada 3 Oktober 2014 sebesar Rp 4,8 miliar, lalu Rp 3,6 miliar pada 25 November 2014, dan terakhir pada 12 Januari 2015 dengan nominal yang sama, sebesar Rp 3,6 miliar.

Dalam kesepakatan yang diteken MJC bersama MMPH, jangka waktu pengerjaan proyek rukan itu selama 18 bulan. Terhitung sejak 1 Oktober 2014, dua hari sebelum modal perseroan daerah milik Pemprov Kaltim ditransfer dan berakhir pada 1 April 2016.

Hingga perkara rasuah ini bergulir ke meja hijau, proyek itu nihil rupa. Dua tahun selepas proyek mangkrak dan tak ada pengembalian dana yang sudah dipinjam.

Terdakwa mengajukan jaminan atas piutang tersebut, yakni sertifikat lahan yang menjadi lokasi pembangunan rukan itu. Sementara pengembalian baru terjadi sebesar Rp 1,3 miliar pada 2023 sehingga masih menyisakan tunggakan pengembalian Rp 10,7 miliar..

“Karena perusahaan si terdakwa ini bekerjasama dengan anak perusahaan dari BUMD. bukan dengan BUMD-nya. Statusnya uang yang diserahkan dari BUMD ke anak perusahaan itu utang. kemudian anak perusahaan ini menggunakan uangnya untuk kerja sama dengan Wendy,” kata Waka PN Samarinda.

“Jadi statusnya menurut pandangan saya ini utang-piutang, jadi seharusnya itu digugat dan ditagihkan (ranah perdata),” katanya lagi.

Pandangan Ary Wahyu terhadap lepasnya jeratan hukum kepada Wendy bahkan telah disampaikan beberapa waktu lalu, tepat saat kasus dugaan rasuah itu bergulir di meja hijau, Pengadilan Tipikor Samarinda, medio Februari 2024 lalu.

“Jadi dulu awalnya kami di sini juga tidak sependapat. Tapi bagi hakim tidak sependapat itu hal yang wajar. Tapi karena dua majelis hakim lainnya menyatakan kalau ini terbukti, maka pada akhirnya terbukti. Tapi saya pribadi itu tidak terbukti karena itu masuk dalam perkara perdata bukan masuk pidana,” bebernya.

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
Beritakriminal