VONIS.ID - Kejaksaan Agung menjamin akan terus menelusuri aliran dana dari kasus korupsi BTS Kominfo tahun anggaran 2020-2022.
Saat ini penyidik Kejaksaan Agung tengah mengikuti aliran dana yang diduga mengalir ke Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Telekomunikasi, jajaran Kominfo, dan seseorang yang disebut Mr X.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, bukti Kejagung masih melakukan penelusuran terhadap pihak lain yang menikmati aliran dana tersebut adalah adanya serangkaian penyitaan yang dilakukan oleh Kejagung.
Penyitaan tersebut berupa asset dan uang dari para tersangka, maupun dari pihak lainnya dalam perkara ini.
Hingga saat ini, Kejagung memang sudah menetapkan delapan orang menjadi tersangka kasus korupsi BTS Kominfo.
Proyek itu diduga menjadi bancakan hingga merugikan negara Rp 8 triliun.
Sederet nama yang sudah ditetapkan menjadi tersangka di antaranya bekas Menteri Kominfo Johhny G. Plate; mantan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif; dan Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.
Kejagung juga menetapkan tersangka Direktur PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; staf ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto; Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali dan; pengusaha Windy Purnama.
Kejaksaan menduga para tersangka bersekongkol mengatur tender dan menggelembungkan harga.
Terbaru Kejagung juga menetapkan Direktur Utama PT Basis Utama Prima M. Yusrizki.
Perusahaan Yusrizki ditengarai menjadi penyedia panel surya dalam proyek itu dan ikut mendapatkan aliran duit korupsi dari proyek BTS di Kominfo.
Salah satu pemegang saham mayoritas PT Basis Utama Prima, yakni suami Ketua DPR Puan Maharani, Happy Hapsoro.
Dokumen penting yang sempat dilihat awak media, memunculkan dugaan bahwa aliran uang BTS tidak hanya berhenti terhadap delapan tersangka tersebut.
Dalam dokumen itu disebutkan, bahwa salah satu tersangka diduga mengumpulkan setoran dari para vendor proyek BTS 4G yang jumlahnya mencapai Rp 119 miliar.
Uang itu ditengarai diberikan oleh empat perusahaan yang diterima secara bertahap, baik langsung maupun tidak langsung.
Uang diduga dikumpulkan lalu dialirkan ke sejumlah pihak untuk memuluskan jalannya proyek BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Ada sejumlah pihak yang diduga menerima aliran uang saweran ini.
Salah satu yang disebut adalah aliran uang kepada jajaran di Bakti sebanyak Rp 6,2 miliar.
Selain itu, uang juga dialirkan kepada staf di Kominfo sebanyak Rp 10 miliar.
Selain dua aliran uang tersebut, ada pula uang Rp 6 miliar yang disetorkan kepada seseorang berinisial S untuk mengurus perkara BTS yang tengah diusut aparat hukum.
S diduga ditunjuk oleh seseorang yang disebut sebagai Mr X.
Aliran uang kepada Mr X tak berhenti di situ, sebab si tersangka juga menyebut kembali menyerahkan Rp 52,5 miliar dalam kesempatan berbeda.
Mr X kembali disebut menerima uang Rp 1,5 miliar dalam kesempatan selanjutnya.
Tak hanya Mr X, penyerahan uang oleh salah satu tersangka kepada Mr Y sebanyak Rp 10 miliar dan Mr Z sebanyak Rp 27 miliar.
Belum diketahui tujuan pemberian uang tersebut.
Ketika dikonfirmasi mengenai adanya dugaan aliran uang ini, Ketut Sumedana tidak membantah atau membenarkan.
Dia mengatakan tidak mungkin mengungkap secara gamblang mengenai aliran uang dalam kasus korupsi proyek BTS.
“Kami tidak mungkin mengungkap secara gamblang bagaimana aliran uangnya, siapa yang menerima tak mungkin kami ungkap. Karena kami sangat menghargai asas praduga tak bersalah,” ucap Ketut Sumedana.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch Tibiko Zabar mendesak Kejaksaan Agung terus menelusuri aliran duit dari kasus korupsi BTS dan menjerat pihak lainnya menjadi tersangka.
Dari jumlah kerugian negara yang mencapai Rp 8 triliun, dia menganggap tak mungkin uang itu berhenti kepada 8 orang tersangka.
Dia meyakini masih ada pihak lain yang mesti dimintai tanggung jawab dalam perkara ini.
Tibiko menilai Kejagung perlu menerapkan pasal pencucian uang untuk menelusuri setiap aliran dana dari hasil korupsi proyek BTS.
Menurut dia, dengan penerapan pasal pencucian uang, Kejagung dapat menemukan pelaku lainnya dan memaksimalkan pengembalian kerugian negara.
“Semua kemungkinan harus dikejar,” tegas Tibiko Zabar.
(redaksi)