VONIS.ID, SAMARINDA - Meski terus diberantas, akan tetapi fenomena anak jalanan (anjal) dan gelandangan pengemis (gepeng) terus terjadi di hiruk pikuk perkotaan.
Tak terkecuali di Kota Tepian sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur (Kaltim) yang tak lepas akan polemik anjal dan gepeng.
Menyorot perihal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti menegaskan sejatinya para legislatif termasuk dirinya sudah berulang kali melaporkan aktivitas anjal dan gepeng kepada Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) Samarinda.
Meski laporan tersebut ditindaklanjuti, namun para anjal dan gepeng terus saja kembali memenuhi ruas jalan Samarinda.
"Iya saya sering nge-share ya ke Satpol-PP, nanti diamankan, tapi enggak lama nanti ada lagi," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Keseriusan pemerintah mengatasi momok tersebut sejatinya telah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2017 Terkait Larangan Pemberian Uang Kepada Pengemis Anak Jalanan Dan Gelandangan Di Samarinda.
Dalam aturan hukum tersebut, tegas Puji, harus diamini dan dilakukan seluruh lapisan masyarakat Kota Tepian.
Sebab jika tidak, maka persoalan tidak akan pernah selesai.
"Intinya selama masyarakat tidak memberi uang, mereka (anjal dan gepeng) pasti juga tidak ada," tegasnya.
Selain faktor empati yang tidak tepat sasaran, menurut Puji faktor lain menjamurnya anjal atau gepeng di Samarinda juga tak terlepas dari persoalan pendidikan.
"Kita hanya bisa mendorong diadakan pelatihan-pelatihan untuk anak-anak yang baru lulus. Dan itu pun masih terkendala persoalan anggaran," imbuhnya.
Persoalan anggaran itu pula disinggung Puji seperti perbandingan antara kebutuhan pelatihan SDM dan kekuatan anggaran daerah yang tidak berbanding lurus.
"Misal kita butuh 1.000 orang peserta pelatihan. Tapi anggaran kita cuma mampu untuk 100 orang. 900 orang lain tidak terjamah," pungkasnya. (advertorial)