"Sesungguhnya Samarinda tanpa tambang. Saya yakin (industri pertambangan) tak membawa efek kesejahteraan bagi warga Samarinda, yang ada adalah justru melahirkan kesengsaraan," ujarnya.
Lebih lanjut, Rusman Yaqub juga menuturkan pengalaman buruk dirinya akan tambang.
Dan, itu membawa anak kandungnya sendiri, yang hampir menjadi korban akan efek dari rusaknya lingkungan akibat pertambangan.
"Anak saya, yang nomor dua itu, yang sekarang di semester empat Fakultas Hukum Unmul itu, nyaris hilang nyawanya ketika dia umur 30 hari, tiba-tiba dilanda banjir di rumah saya. Di atas lutut itu mengapung di dalam rumah," kata Rusman.
"Untungnya kaki saya itu tergantung di ranjang, akhirnya basah itulah yang membuat saya bangun, akhirnya selamatkan anak. Dan itu saya kira ada yang lebih parah dari trauma-trauma seperti itu (seperti yang dialami Rusman)," katanya.
Terakhir, dengan nada lantang, Rusman menyebut tak ada kata terlambat untuk Samarinda bebas zona tambang.
"Maka itu menurut saya, tak ada kata terlambat. Saya setuju kalau kita harus bebas dari tambang, Samarinda. Terlepas itu 2026 atau bukan," katanya.
(redaksi)