VONIS.ID - Adanya tambang ilegal di Jonggon, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang diungkap kepolisian pada Senin 10 April 2023 lalu, diketahui bahwa pemodal merupakan seseorang dengan KTP Kalimantan Timur.
Adapaun luasan lahan yang digunakan untuk lokasi tambang ilegal itu sekitar 5,6 hektar.
Kepolisian sampaikan sudah lakukan tracking pada indentitas pemodal yang merupakan orang Kaltim dan ber-KTP Kaltim itu.
"Pemodal orang Kaltim dan ber-KTP Kaltim, tetapi lokasinya saat ini ada di luar Kaltim," ujar Kanit Tipidter Satreskrim Polres Kukar, IPDA Sagi Janitra.
Jumlah pemodal, disebutnya hanyalah 1 orang.
"Satu orang," ujar Ipda Sagi Janitra.
Lahan yang digunakan untuk lokasi tambang ilegal itu merupakan lahan dari PT Bramasta Sakti, perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan peternakan.
Dari hasuil pemeriksaan, kawanan tambang ilegal itu sudah bekerja kurang lebih sekitar 20 hari.
Diberitakan sebelumnya, tambang ilegal yang beroperasi di Jonggon, Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur berhasil diungkap aparat kepolisian.
Pengungkapan tambang ilegal itu terjadi pada Senin 10 April 2023.
Ada 5 tumpukan batu bara dan 7 excavator yang disita polisi dari penangkapan itu.
Sebagaimana yang dijelaskan Kanit Tipidter Satreskrim Polres Kukar, IPDA Sagi Janitra.
"5 tumpukan batu bara dan 7 excavator berbagai merek (diamankan)," ujarnya.
Pengungkapan tambang ilegal yang beroperasi di lahan milik PT Bramasta Sakti itu berawal dari adanya pengaduan masyarakat yang masuk ke hotline kepolisian.
"Ada laporan terkait maraknya pertambangan tanpa izin di Desa Margahayu," lanjut Ipda Sagi Janitra.
Dilanjutkan dari pengungkapan tambang ilegal ini, ada 13 orang yang diamankan. Delapan diantaranya sudah ditetapkan tersangka.
"Delapan orang tersangka. Identitas tersangka adalah SW dan OB sebagai pengawas. Selanjutnya, HD, EK, DH, SY, DH dan WT sebagai pekerja di lapangan," ujarnya.
Delapan tersangka dijerat Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
(redaksi)