Dikisahkan juga oleh Arif Surochman, dahulunya lahan yang dihuni Madjiarti itu berstatus tanah desa yang digunakan oleh kantor kelurahan setempat.
Kemudian, hibah yang diklaim sebagai dasar kepemilikan lahan oleh Madjiarti itu pun disanggah Arif Surochman. Sebab menurutnya, mekanisme hibah dilakukan oleh pejabat yang tidak lagi berkompeten pada tahun tersebut.
"Dalam hal ini lurah membuat surat hibah kepada yang bersangkutan (Madjiarti) sudah tidak lagi berkompeten dan tidak berstatus sebagai pejabat pada saat itu. Nanti bisa dicek di register suratnya," tegas Arif Surochman.
Tak berhenti sampai di situ, Arif Surochman juga menepis adanya upaya penggusuran paksa sebab surat peringatan telah dilayangkan secara bertahap sebanyak tiga kali.
"Pertama kami layangkan surat itu pada 7 Januari 2022. Kemudian seminggu selanjutnya kami layangkan surat kedua pada 13 Januari dan terakhir pada 25 Januari dengan tenggat waktu mengosongkan lahan itu selama tiga bulan ke depan, yang mana jatuh temponya pada 23 April 2022," bebernya.
Bila waktu yang ditetapkan lahan tak juga dikosongkan, maka Pemkot Samarinda menegaskan tetap akan melakukan penertiban.
"Tidak ada perubahan, tetap akan dilakukan penertiban. Tidak ada juga bentuk tali asih karena yang bersangkutan sudah lama mendiami lahan tersebut. Jika nantinya akan melakukan gugatan dan upaya hukum, kami tentunya siap menghadapi dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk menjawab gugatan tersebut," katanya.
(redaksi)