Selain adanya sedikit perbedaan dari SE Dirjen den Permendikbud, kemudian hal lain seperti Permendagri Nomor 84 2022 tentang penyusunan APBD 2023 yang juga harus dilakukan telaahan lebih jauh.
“Sedangkan dalam hal ini petunjuk pedomannya berada di dalam pedoman pemberian TPP bagi lingkungan ASN di pemerintahan daerah,” tegasnya.
Dari ketiga hal yang telah disebutkannya, Suwardi juga menilai seyogyanya hal-hal tersebut tentu tidak akan seimbang dan sebanding jika diperdebatkan. Alasanya, karena Permendibudristek dalam rujukannya menggunakan sumber APBN sedangkan aturan pemberian TPP dimuat untuk pemanfaatan dana dari sumber APBD.
“Jadi kalau yang Permendikbud sumbernya dari APBN sedangkan yang TPP itu sumbernya dari APBD. Jelas dari sumber yang berbeda. Jadi kalau ingin diperhadapkan sungguh itu tidak imbang. Kecuali misalnya mendagri di surat keputusan itu menghadapkan dengan TGP yang ada di Permendikbud itu boleh lah, tapi ini kan tidak,” bebernya.
Terkahir, Suwardi pun kembali menekankan bahwa pelaksanaan SE Dirjen Kemendikbud hanya sekadar rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan langkah keputusan. Khususnya terkait polemik yang tengah kencang berhembus terkait pemberian insentif guru.
“Di dalam setiap SE tidak pernah ada redaksi yang menyatakan kalau tidak melakukan apa yang dianjurkan itu adalah suatu kesalahan. SE ini sekali lagi untuk memperjelas tapi sejatinya tidak memiliki implikasi hukum dan kembali ke masalah moralitas.
(redaksi)