VONIS.ID - Berbagai upaya terus dilakukan Warga Wadas, Purworejo Jawa Tengah (Jateng) untuk mempertahankan daerahnya.
Mereka secara konsisten menolak tambang batuan andesit untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener sejak awal hingga hari ini.
Penolakan warga Wadas ini didasari oleh pertimbangan atas betapa sakralnya relasi manusia dengan tanah Wadas secara diakronis, baik pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Namun demikian kuasa eksekutif rezim pengadaan tanah PSN telah menggempur lahan milik warga Wadas melalui beragam instrumen kebijakan Negara dan melalui pengerahan aparatus Negara.
Konflik sosio agraria-lingkungan di Bumi Wadas menjadi keniscayaan.
Warga Wadas dipaksa menyerahkan lahan mereka untuk atas nama pembangunan.
Penyerahan paksa lahan warga telah berlangsung melalui empat fase, dimana fase keempat merupakan kulminasi tekanan kuasa eksekutif negara terhadap tanah milik warga.
Kondisi ini mengakibatkan berlangsungnya dua implikasi penting, pertama, konflik sosio agraria lingkungan menggerus dimensi kemanusian secara horizontal dan vertikal, dan kedua, kesadaran kritis warga Wadas melawan dampak dan risiko tambang merupakan perjuangan substansial yang akan terus menggema.
Dalam perkembangan terakhir yang diterima redaksi dari rilis yang dikeluarkan 'Akademisi Peduli Wadas', warga Wadas pejuang lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) kembali mendapatkan tekanan dari undangan kantor pertanahan, terkait “musyawarah” untuk persetujuan pelepasan hak tanah dalam rangka penambangan andesit tersebut.
Undangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, melalui surat Nomor 2175 1/UND-33.06.AT.02.02/VIII/2023 tertanggal 29 Agustus 2023, diselenggarakan Kamis ( 31/8/2023).
Poin dalam undangan menyatakan bahwa warga yang tidak hadir akan dianggap menerima bentuk dan besaran ganti kerugian.
Di hari pertemuan, seakan tidak ada pilihan, warga Desa Wadas pejuang lingkungan berarak menuju Balai Desa Wadas untuk memenuhi undangan.