Jumat, 20 September 2024

Pariwara DPRD Samarinda

Sorot Kasus Pengetapan Solar Bersubsidi, DPRD Samarinda Kritik Terjadinya Pembiaran oleh Aparat

Jumat, 15 April 2022 2:53

Angkasa Jaya Djoerani, Ketua Komisi III DPRD Samarinda menyebut bahwa kasus pengetapan solar bisa subur sebab telah terjadinya pembiaran. (VONIS.ID)

VONIS.ID, SAMARINDA - Kendati memberi apresiasi kepada Polresta Samarinda yang berhasil mengungkap kasus pengetap solar bersubsidi, namun para wakil rakyat di Samarinda, Kalimantan Timur tetap memberikan kritik tajamnya bahwa kasus tersebut telah terjadi pembiaran selama ini.

Hal itu ditegaskan Angkasa Jaya Djoerani, Ketua Komisi III DPRD Samarinda bahwa sejatinya masalah pengetap solar telah tercium para legislatif sejak beberapa bulan lalu, ketika mereka melakukan sidak di sejumlah SPBU.

"Terlihat sekali kesan pembiaran, karena dari kemarin-kemarin sudah memang terjadi antrean, dan yang membuat kami bingung adalah pernyataan Pertamina yang mengatakan bahwa stok solar sudah sesuai kuota penyaluran," ungkap Angkasa Jaya, Kamis (14/4/2022).



Pembiaran tersebut, lanjut Angkasa Jaya, berkorelasi dengan suburnya praktik pengetapan solar di Kota Tepian.

Terlebih, menurut Angkasa Jaya telah adanya pernyataan dari pihak Pertamina yang mengatakan bahwa stok solar tidak mengalami kendala.

"Artinya sudah diperhitungkan tidak mungkin kekurangan. Pada kenyataanya selalu kurang, terus ini dikemanakan," tanyanya.

Jika dugaan tersebut benar terjadi, maka bukan tidak mungkin adanya penyelewengan yang berujung pada tindak kriminal seperti kasus pengetapan solar.

"Kalo selama ini diselewengkan berarti ada permainan. Karena apa yang terjadi dilapangan tiba-tiba solar menjadi langka.

Beberapa waktu lalu, saat batu bara lagi down tidak ada antrean, tapi begitu batu bara lagi naik, tiba-tiba kosong semua dimana-mana," sambungnya.

Dengan semua rumusan yang telah disebut Angkasa Jaya, hukum ekonomi tentu menjadi faktor terjadinya permainan solar hingga membuat antrean dan tindak pidana pengetapan.

"Jadi begini, siapa pembelinya? Ya pasti pengusaha batu bara, karena kenapa, proritas pembeliannya berbeda Rp 12 ribu dengan Rp 16 ribu. Jadi kalo kita mau bersikap seluruh pemerintah harus turun tangan. Karena ini regulasi pemerintah, kalo tidak ditegaskan bisa terjadi peluang penyimpangan," pungkasnya.

(Advetorial)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
Beritakriminal