Jumat, 29 Maret 2024

Berita Nasional Trending

Mahfud MD Klaim Didukung Prabowo dan Jokowi Bongkar Kasus Proyek Satelit Kemenhan

Senin, 17 Januari 2022 6:3

Mahfud MD membongkar kasus proyek satelit Kemenhan yang rugikan negara nyaris Rp 1 Triliun. (dok Kemhan dan Instagram @polhukamri)

VONIS.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD  mengklaim dapat dukungan dari Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam membongkar kasus proyek satelit Kemenhan.

Kasus proyek Satelit Komunikasi Pertahanan alias Satkomhan di Kementerian Pertahanan memasuki babak baru.

Sejumlah pihak terkait proyek satelit Kemenhan itu akan segera dibawa ke jalur hukum, lantaran telah merugikan negara nyaris Rp 1 triliun.

Bahkan Mahfud MD mengklaim telah mendapatkan dukungan dari Menhan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Kendati demikian, Mahfud MD mengaku sempat ada pihak yang menghambat agar kasus satelit Kemenhan tidak dibongkar ke publik.

Upaya penghambatan itu, kata Mahfud MD, muncul ketika ia pertama kali tahu kekisruhan proyek satelit Kemenhan.

Ia menuturkan kasus tersebut berlangsung pada 2018, sebelum Mahfud MD menjabat Menko Polhukam.

"Saya tahu karena pada awal pandemi, ada laporan bahwa pemerintah harus hadir lagi ke sidang Arbitrase di Singapura karena digugat Navayo untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan," kata Mahfud MD, Minggu (16/1/2022).

Kemudian, Mahfud MD mulai mengundang beberapa kementerian seperti Kementerian Pertahanan serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya.

Dalam sejumlah rapat yang digelar, Mahfud MD mengatakan ada pihak yang diduga sengaja menghambat agar kasus proyek satelit Kemenhan ini tidak dibongkar.

"Saya putuskan untuk segera berhenti rapat melulu dan mengarahkan agar kasus ini diproses secara hukum," kata Mahfud MD.

Lalu, ia meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggelar Audit Tujuan Tertentu (ATT).

"Hasilnya ternyata ya seperti itu, ada pelanggaran peraturan perundang-undangan dan negara telah dan bisa terus dirugikan," ungkapnya.

Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.

Hal ini membuat terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.

Merujuk pada peraturan International Telecommunication Union (ITU) yang ada di bawah PBB, negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk kembali mengisi slot itu.

Apabila tak dipenuhi, maka slot dapat digunakan negara lain.

Di Indonesia, slot ini dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Namun Kementerian Pertahanan kemudian meminta hak pengelolaan ini dengan alasan pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan alias Satkomhan.

Untuk mengisi slot itu, mereka menyewa Satelit Artemis yang merupakan satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited (Avanti).

Dari sini masalah bermula, Mahfud MD mengatakan Kemenhan membuat kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Kontrak dengan Avanti diteken pada 6 Desember 2015, padahal persetujuan di Kominfo untuk pengelolaan slot orbit 123 baru keluar 29 Januari 2016.

"Belum ada kewenangan dari negara dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara cara itu," ucap Mahfud MD.

Lebih parah, kontrak Satelit orbit 123 tak hanya dilakukan dengan Avanti.

Untuk membangun Satkomhan, Kemenhan juga menandatangani kontrak dengan Navajo, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016.

Menurut Mahfud MD, saat itu juga anggaran belum tersedia.

Pada 2016 anggaran sempat tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemenhan.

Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar masalah satelit orbit 123 itu segera dibawa ke pidana.

Bahkan, kata dia, Menhan Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan.

"Menkominfo setuju, Menkeu bersemangat.

Menhan Prabowo dan Panglima TNI Andika juga tegas mengatakan bahwa ini harus dipidanakan,” kata dia.

Mahfud MD menilai, Menhan Prabowo Subianto dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tegas mengatakan tidak boleh ada pengistimewaan kepada korupsi dari institusi apa pun, semua harus tunduk pada hukum.

Selain itu, kata Mahfud Md, Jaksa Agung juga menyatakan kesiapannya untuk mengusut kasus ini.

"Jadi, mari bersama-sama kita cermati dengan seksama pengusutan kasus ini," kata Mahfud MD.

(*)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
Beritakriminal