Kata Didi, sehari sebelum menjalani pemeriksaan dirinya bertolak dari kediamannya di Jakarta menuju Samarinda untuk memenuhi panggilan KPK di Mapolresta Samarinda.
Kepada awak media, Didi menerangkan kalau pada intinya penyidik KPK mencecar pertanyaan apakah dirinya pernah melakukan transaksi secara langsung kepada Rita Widyasari, maupun Khairudin.
"Intinya (pertanyaan KPK) adakah melakukan transaksi langsung dengan dua tersangka (Rita Widyasari dan Khairudin)," terangnya.
"Jawabannya tidak ada dan tidak pernah. Saya cuman tahu dengan dua tersangka tapi tidak kenal. Beberapa orang lainnya yang ditanyakan, saya bilang tidak kenal," sambung Didi.
Pada pemeriksaan di Agustus 2020 itu, Didi mengaku dicecar lebih dari 20 pertanyaan oleh penyidik KPK. Pemeriksaan keterangan Didi pun dilakukan selama lebih kurang enam jam.
Selain perihal transaksi, Didi kala itu juga mengaku ditanya terkait arah perizinan PT BKS di 2014 yang memiliki wilayah konsesi pertambangan di Loa Kulu dan Loa Janan Kabupaten Kukar.
Pada kesempatan itu, Didi menjelaskan kalau saat itu dirinya tak mengetahui pasti. Sebab Didi belum menjabat sebagai Dirut PT BKS. Perizinan kala itu terjadi saat PT BKS masih dipimpin Hermanto Cigot.
Pertanyaan itu ditujukan karena pada 2014 lalu, perizinan tambang masih berada di bawah kewenangan kepada daerah setingkat bupati/walikota, sebelum bergeser ke gubernur pada 2020, saat Didi menjalani pemeriksaan dari KPK.
“Jadi permohonan izin itu terjadi sebelum saya," tegasnya.
Meski dalam perkara ini, Didi mengaku baru pertama dipanggil, namun dalam perkara gratifikasi beberapa tahun lalu itu ia sempat juga menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. Bahkan sebanyak dua kali dirinya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.