VONIS.ID - Pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, diprediksi akan menghabiskan masa hidupnya di penjara selama junta militer berkuasa di Myanmar.
Terbaru, Pengadilan Myanmar menjatuhi Aung San Suu Kyi tambahan hukuman selama 7 tahun penjara, Jumat (30/12/2022).
Sebelumnya, Aung San Suu Kyi (77), pemenang Nobel Perdamaian, sedang menjalani hukuman penjara 26 tahun atas lebih dari selusin dakwaan yang ia terima sejak dikudeta.
Hukuman tambahan terbaru dijatuhkan setelah pengadilan mendakwa Su Kyi melakukan korupsi.
Ini membuat sosok tersebut kemungkinan akan tinggal di bui selama sisa hidupnya atau setidaknya selama junta militer tetap berkuasa.
Straits Times dilansir dari Kompas.TV melaporkan, vonis tambahan masa kurungan diberikan di ruang sidang yang berada di dalam penjara di ibu kota Naypyitaw.
Berdasarkan keterangan sumber yang tak disebut namanya, pengacara Suu Kyi berencana mengajukan banding.
Adapun juru bicara junta militer tak bisa dimintai konfirmasi terkait hal ini.
Suu Kyi telah menjadi tahanan sejak para jenderal menggulingkan pemerintahannya pada Februari 2021 silam, mengakhiri eksperimen singkat Myanmar sebagai negara demokrasi.
Dia dinyatakan bersalah atas serangkaian tuduhan, mulai dari menerima suap dari pengusaha Myanmar Maung Weik, hingga mengimpor walkie-talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang rahasia resmi, lalu dihukum penjara 26 tahun.
Suu Kyi dihormati oleh banyak orang di Myanmar, tetapi militer telah lama berusaha untuk meminimalkan pengaruhnya, sebagaimana disampaikan pengacara hak asasi manusia Kyee Myint di Yangon.
"Selama Aung San Suu Kyi berpolitik, militer tidak akan pernah menang," kata Kyee Myint.
"Itulah mengapa hukuman penjara jangka panjang dijatuhkan, untuk menghilangkan pengaruh Aung San Suu Kyi dalam politik," sambung dia.
Senada dengan Kyee Myint, Phil Robertson selaku wakil direktur Asia Human Rights Watch mengatakan proses pengadilan berjalan tidak adil.
"Proses hukum dan pengadilan yang bebas dan adil tidak pernah mungkin dilakukan dalam keadaan penganiayaan politik terhadapnya," kata Robertson, menukil Associated Press.
Dukungan untuk Suu Kyi terus mengalir, termasuk dari Dewan Keamanan PBB.
Pada Rabu (21/12/2022) pekan lalu, mereka menerbitkan resolusi yang mendesak agar junta militer Myanmar membebaskan Suu Kyi.
Resolusi tersebut menyatakan "keprihatinan yang mendalam atas keadaan darurat yang sedang berlangsung yang diberlakukan oleh kelompok militer di Myanmar".
Dengan tuntutan agar kekerasan di Myanmar segera diakhiri, resolusi Dewan Keamanan PBB itu akhirnya didukung oleh 12 dari 15 negara anggotanya.
Rusia, China, dan India abstain dalam pemungutan suara atas resolusi tersebut.
(redaksi)