VONIS.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) pada 2012.
Ribka Tjiptaning Proletariyati ikut diperiksa sebagai saksi.
Anggota DPR RI Fraksi PDI-P itu mengaku bingung mengapa KPK baru menangani perkara dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker RI sekarang.
Padahal, kasus itu bergulir pada tahun 2012, hampir sekitar 12 tahun yang lalu.
Diketahui bahwa pada tahun 2011-2012, Ribka menjadi Ketua Komisi IX DPR RI, komisi yang bermitra dengan Kemenaker.
"Aku tuh sebenarnya enggak tahu. Dapat undangan ini juga enggak tahu kasusnya apa. Cuma bingung saja kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu. Jadi ditanyain banyak yang enggak tahu," ucap Ribka.
Ribka lantas menyebut wajar bila ada pihak yang menyebut bahwa penanganan kasus ini sebagai kriminalisasi.
Sebab, kasus dugaan korupsi ini terjadi ketika calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar, menjabat sebagai Menakertrans.
Terlebih, tahun ini merupakan tahun politik di mana pemungutan suara terjadi pada 14 Februari 2024.
Lebih lanjut, ia mengaku diberondong sekitar 10-15 pertanyaan dalam pemeriksaan.
Saat pemeriksaan, Ribka sempat menjelaskan tugas pokok dan fungsi DPR RI ketika membahas anggaran dengan pihak eksekutif atau pemerintah.
Sebagai informasi, KPK memeriksa Ribka bersama dua orang saksi lainnya, yaitu Pegawai Negeri Sipil Ruslan Irianto Simbolon dan Bunamas dari pihak swasta.
Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka termasuk eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) periode 2011-2015, Reyna Usman.
Reyna, bersama dua orang lainnya, I Nyoman dan Karunia, disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
KPK menduga pengadaan sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) tahun anggaran 2012 merugikan keuangan negara Rp 17,6 miliar dari nilai anggaran total anggaran Rp 20 miliar. (redaksi)