Kewenangan pertambangan yang diambil alih pemerintah pusat diakui Retno menjadi kesulitan di daerah.
Akan tetapi, Retno menegaskan jika hal tersebut tidak boleh menjadi dalil pembenaran jika pemerintah daerah membiarkan begitu saja keselamatan rakyat.
"Masyarakat pun dengan tegas menolak. Tapi apa, yang didapat justru ancaman dan intimidasi dari para pelaku ilegal minning. Kewenangan ditarik ke pusat jangan menjadi dalih tidak melindungi masyarakatnya. Pun demikian dengan pemerintah pusat. Keselamatan rakyat itu urusan wajib. Ini hanya soal kemauan pemerintah hadir bersama rakyat dan ini harus menjadi catatan pemerintah," tekan Retno.
Menanggapi hal tersebut, AH menyampaikan jika sebaik dan sebisa mungkin pemerintah akan hadir ditengah masyarakat untuk menghalau laju pertambangan ilegal.
"Kalau mediasi (jika ada permasalahan) antara penambang dengan masyarakat saya tidak akan lakukan. Karena saya tidak pernah setuju terhadap kegiatan tambang ilegal. Ini konkret. Saya wali kota yang tidak setuju dengan tambang. Andaikan saya punya kewenangan sedikit, saya tidak akan biarkan tambang ilegal di Samarinda," timpal AH.
Ketidaksetujuan AH terhadap tambang ilegal bukan tanpa sebab. Lantaran menurut AH masih banyak potensi pendapatan daerah selain di sektor batu bara, yang mana sejatinya bukanlah sumber energi terbaharukan.
Terlebih industri pertambangan yang tidak dikelola dengan baik dan dijalankan tidak sesuai aturan meski mendapat izin, akan menjadi bom waktu bagi kemaslahatan rakyat.
"Andaikan boleh jujur, pemerintah daerah ingin diberikan kewenangan kembali perihal pertambangan, paling tidak kewenangan untuk menindak (tambang ilegal).
Kalau saya dapat sepucuk surat dari menteri terkait kewenangan itu, maka tidak perlu menunggu hari, minggu atau bulan. Begitu dapat laporan akan langsung saya lakukan (penindakan)," pungkasnya. (tim redaksi)