Jumat, 17 Mei 2024

Internasional Terkini

Belanda Minta Maaf atas Perbudakan di Indonesia Hingga Suriname, 'Kejahatan Terhadap Kemanusiaan'

Selasa, 20 Desember 2022 10:16

Monumen Perjuangan Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kaltim. Kisah pejuang Kalimantan saat robek bendera Belanda jadi Merah Putih, tengok kengerian pertemuran Sangasanga tahun 1947. (Er Riyadi)

VONIS.ID - Pemerintah Belanda secara terbuka meminta maaf kepada negara-negara yang pernah dijadikan wilayah jajahan.

Hal itu diungkapkan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, atas keterlibatan negaranya selama kurang lebih 250 tahun melakukan perbudakan, Senin (19/12).

Bahkan, Mark Rutte tak ragu menyebut apa yang dilakukan oleh Belanda adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar Belanda, termasuk Suriname, Curacao, Aruba di Karibia, dan di Indonesia.

"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya di Den Haag seperti dikutip AFP, melalui CNN Indonesia.

"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," katanya.

Terkait hal itu, Belanda telah melakukan perjalanan ke tujuh bekas koloni di Amerika Selatan dan Karibia untuk acara tersebut.

Sementara itu, Menteri keuangan dan wakil perdana menteri Belanda Sigrid Kaag mengatakan dalam kunjungan resmi ke Suriname pekan lalu, sebuah proses akan dimulai menuju "momen penting lainnya pada 1 Juli tahun depan".

Keturunan perbudakan Belanda kemudian akan merayakan 150 tahun pembebasan dari perbudakan dalam perayaan tahunan yang disebut "Keti Koti" (Memutus Rantai) dalam bahasa Suriname.

Namun, rencana tersebut telah menimbulkan kontroversi.

Kelompok-kelompok dan beberapa negara yang terkena dampak mengkritik tindakan tersebut sebagai langkah terburu-buru, dan mengatakan kurangnya konsultasi oleh Belanda merupakan sikap kolonial.

Rutte dalam pidatonya pada Senin mengatakan bahwa memilih momen yang tepat adalah "masalah yang rumit".

"Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak satu tempat yang tepat untuk semua orang," katanya.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal